Minggu, 23 Desember 2012

ONSEP PROFESI KEGURUAN

Pengertian dan Syarat Profesi
Profesi adalah
suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian, menggunakan teknik-teknik, serta dedikasi yang tinggi.
Ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi :
a. Profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat.
b. Profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang akuntabel/dapat dipertanggung jawabkan.
c. Profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu.
d. Ada kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota berserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut.
e. Sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perseorangan atau kelompok memperoleh imbalan finansial atau material.

Persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu profesi :
a. Menuntut adanya keterampilan yang didasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
b. Menemukan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
c. Menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai.
d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan.
e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
f. Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
g. Memiliki klien/objek layanan yang tetap, seperti guru dengan muridnya.
h. Diakui oleh masyarakat, karena memang jasanya perlu dimasyarakatkan.

Pengertian diatas, dapat dipahami bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut, profesi juga memerlukan keterampilan melalui ilmu pengetahuan yang mendalam, ada jenjang pendidikan khusus yang mesti dilalui sebagai sebuah persyaratan.
2. Pengertian Profesi Keguruan
Guru adalah
suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal dan sistematis.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1) dinyatakan bahwa : “Guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.
3. Kode Etik Profesi Keguruan
Dalam menjalankan profesinya guru harus taat dan tunduk pada kode etik yaitu norma dan asas yang disepakati dan diterima guru-guru di Indonesia sebagai pedoman dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara.
Kode etik guru terdiri atas :
a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang sesuai dengan falsafah negara.
b. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
c. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan pendidikan.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f. Guru secara sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
g. Guru secara bersama-sama memelihara, memberi dan meningkatkan mutu organisasi.
h. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam pidana pendidikan.

4. Pengembangan Profesi Keguruan
Kegiatan pengembangan profesi adalah
kegiatan guru dalam rangka penerapa dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan pada umumnya maupun lingkup sekolah pada khususnya.
Tujuan kegiatan pengembangan profesi guru adalah
untuk meningkatkan mutu guru agar guru lebih profesional dalam pelaksanaan tugas pada bidang pengembangan profesi meliputi kegiatan sebagai berikut :
a. Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan.
b. Membuat alat pelajaran/alat peraga/alat bimbingan.
c. Menciptakan karya seni.
d. Menemukan teknologi tepat guna dibidang pendidikan.
e. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

BAB II
KOMPETENSI PROFESI KEGURUAN

1. Karakteristik Kompetensi Profesi Guru
Kompetensi dari definisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
Kompetensi guru menurut Direktorat Tenaga Teknis dan Pendidikan Guru, yakni antara lain sebagai berikut :
a. Memiliki kepribadian sebagai guru.
b. Menguasai landasan kependidikan.
c. Menguasai bahan pelajaran.
d. Menyusun program pengajaran.
e. Melaksanakan proses belajar-mengajar.
f. Melaksanakan proses penilaian pendidikan.
g. Melaksanakan bimbingan.
h. Melaksanakan administrasi sekolah.
i. Menjalin kerja sama dan interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat.
j. Melaksanakan penelitian sederhana.

2. Aspek-Aspek Kompetensi Profesi Guru
Pada UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh profesi guru adalah :
a. Kompetensi pedagogik.
b. Kompetensi profesional.
c. Kompetensi pribadi.
d. Kompetensi sosial.
3. Komponen Aspek-Aspek Kompetensi Profesi Guru
(1) Kompetensi pedagogik
a. Kompetensi menyusun rencana pembelajaran.
b. Kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar.
c. Kompetensi melaksanakan penilaian proses belajar mengajar.
(2) Kompetensi profesional
a. Guru mampu mengelola program belajar mengajar.
b. Kemampuan mengelola kelas.
c. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
d. Guru menguasai landasan-landasan kependidikan.
e. Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
f. Guru mampu menilai prestasi belajar siswa.
g. Guru mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
h. Guru mengenal dan mampu ikut penyelenggaraan administrasi sekolah.
i. Guru memahami prinsip-prinsip penelitian dan mampu menafsirkan hal-hal penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran.
(3) Kompetensi Pribadi
a. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
b. Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh guru.
c. Kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya menjadikan dirinya sebagai panutan da teladan bagi para siswanya.
(4) Kompetensi Sosial
a. Guru mampu berperan sebagai pemimpin baik dalam lingkup sekolah maupun diluar sekolah.
b. Guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik.
c. Guru bersedia ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial baik dalam lingkup kesejawatannya maupun dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
d. Guru adalah pribadi yang bermental sehat dan stabil.
e. Guru tampil secara pantas dan rapi.
f. Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan.
g. Dalam keseluruhan relasi sosial dan profesionalnya, guru hendaknya mampu bertindak tepat waktu.
BAB III
PERAN PROFESI GURU
DALAM SISTEM PEMBELAJARAN

1. Hakikat Pembelajaran
Pada hakekatnya pembelajaran adalah kegiatan guru dalam membelajarkan siswa, ini berarti bahwa proses pembelajaran adalah membuat atau menjadikan siswa dalam kondisi belajar. Siswa dalam kondisi belajar dapat diamat dan dicermati melalui indikator aktivitas yang dilakukan, yaitu perhatian fokus, antusias, bertanya, menjawab, berkomentar, presentasi, diskusi, mencoba, menduga, atau menemukan.
2. Peran Guru dalam Sistem Pembelajaran
(1) As instructor
Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas).
(2) As conselor
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada murid agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal diri sendiri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
(3) As leader
Guru mengadakan superisi atas keiatan balajar murid, mengadakan menajemen kelas, mengadakan manajemen balajar sebaik-baiknya, mengatur disiplin kelas secara demoktaris.
(4) As scientist
Guru menyampaikan pengetahuan kepada murid dan berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus memupuk pengetahuan yang telah dimilikinya.
(5) As person
Sebagai pribadi setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang di senangi oleh murid-muridnya oleh orang tua dan masyarakat.
(6) As comunicator
Guru sebagai pelaksana menghubungkan sekolah dan masyarakat.
(7) As modernisasi
Guru memegang peranan sebagai pembaharu.
(8) As contruktor
Membantu berhasilnya rencana pembangun masyarakat.
3. Strategi dalam Perencanaan Pembelajaran
Guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsif membelajarkan dan memberdayakan siswa bukan mengajar siswa.
4. Strategi dalam pelaksanaan Pembelajaran
Seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai:
1. Konservator (pemelihara)
2. Inovator (Pengembangan)
3. Transmitor (Penerus)
4. Transformator (Penterjemah)
5. Organisator (penyelenggaraan)
5. Strategi dalam evaluasi pembelajaran
Evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setaiap guru/pengajar dimana setiap pengajaran pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya atau pun kepada siswa itu sendiri, bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-keterampilan mengenai mata ajaran yang telah diberikannya.
Prinsip dasar yang harus diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar:
1. Tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar
2. Mengukur sampai yang representatif dari hasil belajar dan bahan pelajaran.
3. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan.
4. Di desain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
5. Tes yang bertujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan se-realible mungkin sehingga mudah di interpretasikan dengan baik.
6. Di gunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mangajar guru.
BAB IV
PERAN PROFESI GURU
DI BIDANG LAYANAN ADMINISTRASI

1. Pengertian Administrasi Pendidikan
Ialah kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Fungsi Administrasi Pendidikan
Pada dasarnya kegiatan administrasi pendidikan di maksudkan untuk pencapaian tujuan pendidikan itu. Tujuan itu dicapai melalui serangkaian usaha, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan evaluasi terhadap usaha tersebut. Pada dasarnya fungsi administrasi merupakan proses pencapaian tujuan melalui serangkaian usaha itu.
3. Ruang Lingkup Administrasi
Kegiatan-kegiatan dalam administrasi pendidikan meliputi:
a. Bidang administrasi material.
b. Bidang administrasi personal
c. Bidang administrasi kurikulum
4. Peran Guru dalam Administrasi Pendidikan
Peran guru sebagai manajer dalam proses pengajaran:
a. Merencanakan
Menyusun tujuan pengajaran
b. Mengorganisasikan
Menghubungkan seluruh sumber daya
c. Memimpin
Memberi motivasi para peserta didik
d. Mengawasi
Apakah kegiatan itu mencpai tujuan.
BAB V
PERAN PROFESI GURU
DI BIDANG LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSLING

1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konsling
Bimbingan ialah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakuan secara berkesimpulan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
Konsling ialah pemberian yang dilakukan melalui wawancara konsling dengan seorang ahli kepada individu yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
2. Tujuan layanan Bimbingan dan Konsling
Pelayanan bimbingan dan konsling di sekolah ialah bertujuan agar konsling/peserta didik dapat:
1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir, serta kehidupannya di masa yang akan datang
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan lingkungan masyarakat serta lingkungan kerja.
4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang di hadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja.
3. Landasan Bimbingan dan Konsling
1. Landasan filosofis
2. Landasan Historis
3. Landasan Religius
4. Landasan Psikologis
5. Landasan Sosial budaya
6. Landasan Ilmiah dan teknologi
7. Landasan pedagogis.
4. Peran Guru dalam Layanan Bimbingan dan Konsling
Salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai bimbingan dan unit menjadi pembimbing baik, guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedanga di bimbingnya. Sementara itu, berkenaan dengan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konsling adalah:
1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konsling kepada siswa.
2. Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa yang memerlukan layanan bimbingan & konsling, serta pengumpulan data tentang siswa tersebut.
3. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konsling kepada guru pembimbing/konselor.
4. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yag memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konsling untuk mengikuti/menjalani layanan yang dimaksud itu.
5. Berpartisifasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa.
BAB VI
ORGANISASI PROFESI KEGURUAN

1. Bentuk Organisasi Profesi Keguruan
Salah satu karakteristik dari sebuah pekerjaan profesional yaitu adanya suatu organisasi profesi yang menaungi para anggota dari profesi yang bersangkutan. Demikianlah pula dalam profesi keguruan, profesi guru memiliki ikatan kesejawatan, kode etik profesi, dan organisasi profesi yang mempunyai kewenangan untuk mengatur yang berkaitan dengan keprofesian. Organisasi profesi guru adalah PGRI yaitu perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan di urus oleh guru sebagai wadah untuk mengembangkan profesionalisme, memperjuangkan perlindungan hukum, dan perlindungan keselamatan kerja serta menghimpun dan menyalurkan spirasi anggotanya.
2. Peran Organisasi Profesi Keguruan
PGRI mempunyai peranan strategi dalam reformasi pendidikan nasional kepada anggotanya PGRI berperan dan bertanggung jawab serta memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi hak-hak asasi dan martabat guru khususnya dalam aspek profesinya dan kesejahteraannya.

Minggu, 09 Desember 2012

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

SMA ZULARBI SURAKARTA
Jln. Citarum No. 02 Pasar kliwon Surakarta


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran : SPI
Kelas/ Semester : X / 1 (Satu)
Alokasi Waktu : 45 menit
Pertemuan ke : 2

Standar Kompetensi
Memahami ayat tentang semangat dalam beramal saleh dan bertawakal.
Kompetensi Dasar
  1. Membaca Q.S. Asy-Syarh
  2. Menjelaskan makna ayat-ayat Q.S. Asy-Syarh
  3. Memahami isi pokok Q.S. Asy-Syarh.
Indikator
  1. Mampu membaca Q.S. Asy-Syarh
  2. Mampu menjelaskan makna ayat-ayat Q.S. Asy-Syarh
  3. Mampu memahami isi pokok Q.S. Asy-Syarh
Tujuan Pembelajaran
  1. Siswa mampu membaca Q.S. Asy-Syarh
  2. Siswa mampu menjelaskan makna ayat-ayat Q.S. Asy-Syarh
  3. Siswa mampu memahami isi pokok Q.S. Asy-Syarh
Materi Pokok
Q.S. Asy-Syarh
Uraian materi pokok:
    1. Arti Q.S. Asy-Syarh
    2. Makna Q.S. Asy-Syarh


Sumber buku:
  1. Q.S. Asy-Syarh
  2. Tafsir Juz ‘Amma Ibnu Katsir
  3. Tafsir Juz ‘Amma al-Misbah
Metode Pembelajaran
Reading guide
Langkah-langkah Pembelajaran
          1. Kegiatan awal
1. Apersepsi dan motivasi belajar.
2. Menyampaikan tes awal (pre test).
3. Penjelasan tentang bahan ajar dan kompetensi yang akan dicapai.
          1. Kegiatan Inti
  1. Guru menentukan topik.
  1. Guru Bagikan teks / bacaan kepada mahasiswa
  2. Guru membagikan guide
  3. Siswa diminta mengisi guide sesuai bacaan.
  4. Siswa mempresentasikan jawaban dan diskusi.
  5. Guru memberi klarifikasi.
  1. Penutup
  1. Menyimpulkan materi pembelajaran.
  2. Menyampaikan tes akhir (post test).
  3. Informasi bahan ajar pertemuan berikutnya.
  4. Refleksi.

Alat dan Sumber
  1. Laptop
  2. Lembar kertas
  3. Q.S. Asy-Syarh
  4. Tafsir Juz ‘Amma Ibnu Katsir
  5. Tafsir Juz ‘Amma al-Misbah
Penilaian
  1. Penilaian poses belajar melalui pengamatan, observasi, tanya jawab, dan tugas.
  2. Penilaian hasil belajar melalui tugas individu untuk mengerjakan soal-soal latihan
  3. Alat penilaian: lembar pengamatan dan soal-soal pilihan ganda dan esay.








Surakarta 14 April 20012
Mengetahui
Kepala sekolah   
Guru Mata Pelajaran


Ahmad Yasin  
Suranto




tafsir ALAM NASYRAH

ALAM NASYRAH
(Bukankah Kami Telah Melapangkan)

MUQADDIMAH
Surat ini terdiri atas 8 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah dan diturunkan sesudah surat Adh-Dhuhaa. Nama “Alam Nasyrah” diambil dari kata “Alam Nasyrah” yang terdapat pada ayat pertama. yang berarti bukankah Kami telah melapangkan. Ayat ini juga dinamakan “Asy-Syarh” dan “Al-Insyiraah” (Melapangkan).
Pokok-pokok isinya:
Penegasan tentang ni’mat-ni’mat Allah s.w.t. yang diberikan kepada Nabi Muhammad s.a.w., dan pernyataan Allah bahwa di samping kesukaran ada kemudahan karena itu diperintahkan kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal saleh dan bertawakkal.
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
1. “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu.”
Makna Ayat
Bukankah kami telah mengembirakan hatimu wahai Muhammad ??, dengan mengangkatmu menjadi seorang Nabi, kau mendapat petunjuk setelah sebelumnya hatimu penuh nestapa. Sekarang hatimu telah dipenuhi oleh kasih sayang, dan penuh kelembutan. Bukankah kau sekarang kau telah menjelma menjadi manusia yang paling bahagia, paling ridha, paling senang setelah sebelumnya kau mendapat banyak kesedihan, nestapa dan duka?
وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
2. “Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu.”
Makna Ayat
Kami pun telah menghilangkan semua duka, kami pun telah mengampunimu semua dosamu baik yang lalu maupun yang akan datang. Kami telah ridha kepadamu sekaligus ampunan dan kasih sayang tercurah padamu.
الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ
3. “Yang memberatkan punggungmu.”1
Makna Ayat
Yaitu kebimbangan yang kau alami sebelumnya, ketika kau risau mencari jawaban sebelum kau ditunjuk menjadi seorang Nabi. Saat itu kau belum diperintah untuk melakukan ibadah dan meninggalkan semua larangan-Ku. Karena kau saat itu belum tahu apapun.
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ 
4. “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.”2
Makna Ayat
Aku tinggikan derajatmu, dan kau bersamaKu saat ini sama-sama dipuji semua orang, baik dalam Azan, shalat maupun ketika dalam tasyahud dalam shalat.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
5. ”Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Makna Ayat
Karena dalam kesulitan pasti ada kemudahan, setelah nestapa mucul kebahagiaan, setelah duka pasti datang kegembiraan. Seperti halnya setelah malam munculah cahaya siang. Karena kesulitan pastilah sirna dan tidak mungkin selamanya menetap pada diri seseorang begitu pula nestapa tidak akan bertahan selamanya.
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
6. “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Makna Ayat
Semua jenis kesulitan pastilah hanya satu rasa saja (yaitu sakit), sedangkan kemudahan itu akan dirasakan dua macam (yaitu kegembiraan ketika terlepas dari kesulitan itu, dan kedua adanya kegembiraan dalam hati). Dengan demikian kesulitan itu pastilah akan dikalahkan oleh kemudahan. Maka berilah kegembiraan bagai orang-orang yang dalam kesulitan, bahwa kemudahan itu pasti akan datang.
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
7. “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”3
Makna Ayat
a.Ketika kau selesai dalam urusan dunia, bersungguhlah kemudian dalam ibadah dan kataatan lainnya. Perbanyaklah shalat sunnat, berbuat kebajikan dan tambahlah dengan amal soleh lainnya.
b. Setelah kau selesai melaksanakan shalat, berdoalah dengan penuh kesungguhan sesudahnya.
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
8. “Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”
Makna Ayat
Hanya kepada Allah saja kau berharap dan buka pada selain-Nya. Banyaklah melakukan kebaikan yang dilandasi rasa senang dan cinta kepada Allah Swt.
PENUTUP
Surat Alam Nasyrah ini merupakan tasliyah (penghibur hati) bagi Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.

HUBUNGAN SURAT ALAM NASYRAH DENGAN SURAT AT-TIIN:
Dalam surat Alam Nasyrah, Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan perintah kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam selaku manusia sempurna. Maka dalam surat At-Tiin, diterangkan bahwa manusia itu adalah makhluk Allah yang mempunyai kesanggupan baik lahir maupun batin. Kesanggupannya itu menjadi kenyataan bilamana mereka mengikuti jejak Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Kesimpulan
1. Ayat ini menjelaskan kemuliaan yang diberikan Allah Swt kepada Nabi Saw, yang antara lain berupa kebahagiaan setelah sebelumnya penuh nestapa, ampunan Allah kepada Nabi Saw dari semua dosa baik yang lalu atau yg akan datang, dan diangkatnya derajat Nabi.
2. Kegembiraan bagi seorang mukmin ketika terlepas dari duka nestapa dalam rangka memperjuangkan kemuliaan agama Islam.
3. Setelah kesulitan pastilah ada kegembiraan dan ini menjadi sunatullah selamanya. Tidak ada seseorang yang terus menerus dirundung malang tanpa berkesudahan.
4. Kehidupan seorang muslim bukan untuk bermain-main, hidup tanpa arti, atau hanya berbuat keburukan saja. Hendaknya terus berbuat yang terbaik, selalu berbuat yang berarti, bermanfaat, dan selalu memberi kualitas pada hidup atau memberi manfaat dan kualitas bagi dirinya, bagi masyarakatnya dan bagi agama Islam umumnya.
1 Yang dimaksud dengan “beban” di sini ialah kesusahan-kesusahan yang diderita Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dalam menyampaikan risalah.
2 Meninggikan nama Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam di sini maksudnya ialah meninggikan derajat dan mengikutkan namanya dengan nama Allah dalam kalimat syahadat, menjadikan ta’at kepada Nabi termasuk ta’at kepada Allah dan lain-lain
3 Maksudnya: sebagian ahli Tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berda’wah, maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka kerjakanlah urusan akhirat.


Pemikiran pendidikan aliran Teosofi Transendental (Mulla Sadra)

Pemikiran pendidikan aliran Teosofi Transendental (Mulla Sadra)
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Islam
Dosen pengampu    : M.A. Fattah Santoso



Disusun Oleh : Wah yudi (G000100052)
Suranto (G00100068)
Ali Ma'ruf. F (G000100074)
Prodi : TARBIYAH



FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2011

EKSISTENSIALISME PERSFEKTIF FILSAFAT MULLA SADRA

MUQADIMAH
Kesempurnaan manusia adalah karena ketidak sempurnaanya itu, sehingga ia selalu bertanya,dan gelisah akan hal- hal yang melingkupi kehidupanya, realitas kosmologi dan sebagainya. Pertanyaan yang paling dasar adalah ketika manusia gusar tentang eksistensi alam, siapakah kita? yang melahirkan tentang filsafat manusia,s iapa encipta kita ..? yang melahirkan berbagai pandangan tentang konsep ketuhanan, asal usul alam semesta, ia real atau tidak dan lain sebagainya. Yang muaranya adalah berbicara tentang eksistensi, wujud (being).
dikatakan bahwa persoalan wujud adalah persoalan yang sangat penting dan fundamental dalam filsafat islam. Perdebatan antara kaum peripateik, iluminisme, dan transendentalisme mengenai topik ini merupakan perjalanan panjang yang terus-menerus mewarnai ranah pemikiran filsafat Islam yang teramat luas dan dalam.
Dalam tradisi Filsafat Islam, wujud mempunyaipengertian yang sangat beragam, hal ini tentu di ilhami oleh latar belakang dan model pemikiran yang di miliki oleh para filusuf Islam. Selain wujud menjadi pembahasan utama dari segala sesuatu, wujud juga menjelaskan berbagai realitas. Wujud merupakan salah satu tema metafisika yang banyak melahirkan kontroversi filosofis. karena hakikatnya sangat sulit untuk bisa dipahami.
Orang seagama filafatnya bisa saja berbeda, begitu sebaliknya, orang yang berbed agama, bias saja filsafatnya sama. Namun kesamaan filosofis biasanya, hanyalah pada gari besar saja, Pada uraian rinci boleh jadi terdapat perbedaan yang mencolok. Perbedaan itu terjadi pada tambahan pada pandangan pokok yang berbeda. Itulah yang bias kita lihat pada eksistensialisme Islam pada pertengahan abad-20.Kedua bentuk eksistensialisme itu sama-samamengatakan bahwa eksistensi mendahului esensi.Atau dengan perkataan lain,wujud lebih pokok daripada hakikat. Walaupu begitu yang dipersoalakan berbeda. Eksistensialisme prancis abad 20 mempersoalkan eksistensi dan esensi manusia, sedangkan eksistensialisme iran abad pertengahan mempersoalkan eksistensi dan eseni realitas secara umum, tertama tuhan1. Dalam makalah ini penulis akan membatasi pembahasan tentang konsep eksistensi (wujud) yang di bangun oleh Mulla Sadrah.


Sekilas Biografi Mulla Sadra
Mulla Shadra dilahirkan di Syiraz pada tahun 1572 M. Ia berguru kepada Mir Damad dan Mir Abu Al-Qasim Findereski (w. 1640) di Isfahan. Nama lengkapnya Muhammad ibn Ibrahim Yahya Qawani Syirazi, atau sering disebut Shadr al-Din al-Syirazi atau Akhun Mulla Shadra. Diakalangan murid-muridnya dikenal dengan Shadr al-Mtuiallihin. Ayahnya pernah menjadi gubernur wilayah Fars. Status sosialnya tersebut dan sebagai anak tunggal, ia berkesempatan memperoleh pendidikan yang baik dan penjagaan yang sempurna di kota kelahiranya.
Sebagai anak yang cerdas, ia mampu dengan cepat menguasai berbagai ilmu pelajaran yang diajarkan kepadanya. Dalam usia muda, Mulla Shadra melanjutkan studi ke Isfahan, sebuah pusat budaya yang penting untuk dunia Timur Islam pada saat itu, ia berguru kepada teolog Bahaal-Din al-Amili (w. 1031 H/1622 M), kemudian kepada filsuf Peripatetik Mir Abu al-Qasm Fendereski (w. 1050 H/1641). Tetapi gurunya yang paling utama adalah seorang filsuf-teolog bernama Muhammad atau lebih dikenal dengan nama Mir Damad (w. 1041 h/1631 M), yang merupakan seorang penggagas berdirinya pusat kajian filsafat dan teolog yang kini dikenal denganaliran Isfahan. Guru inilah yang gembira dan berduka mempunyai murid seperti Mulla Shadra, gembira karena mempunyai murid yang cerdas, berduka karena beliau menyadari tulisan-tulisan Mulla Shadra mudah dipahami daripada tulisan Mir Damad.
Teman-teman seperguruan Mulla Shadra kalah bersaing sehingga kurang dikenal, akan tetapi setelah Mulla Shadra meninggalkan Isfahan menuju Kahak. Mereka mulai dikenal. Kahak adalah sebuah desa dipedalaman dekat Qum. Di Kahak ia menjalani hidup zuhud dan pembersihan hati dengan melakukan latihan-latihan rohani untuk mencapai hikmat-I illahi (Rahasia Ilahi) atau teosofi (theo = Tuhan, Sophia = cinta). Dia menjalani hidup zuzhud selama 7 tahun, tapi ada riwayat yang menyebutnya selama 11 tahun. Jalan ini dikritik oleh ulama zahir dan bahkan ada yang menuduhnya kafir. Padahal, ia orang shalih yang tidak mengabaikan kewajibannya terhadap agamanya. Hal diutarakan dalam kata pengantar kitabnya, Asfar dan Sih Ashl (semacam authobiografi).
Sumbangan filsafat Mulla Shadra sangatlah banyak, diantaranya karya filsafat yang paling berpengaruh adalah Al-Masyair (Keprihatinan), Kasr Asnam Al-Jahiliyah (Menghancurkan Arca-arca Paganisme), danEmpat Pengembaraan(Al-Asfar Al-Arbaah). Lebih jauh ia berkata:cahaya dunia Ilahi berkilat diatasku. . . dan dapat menyingkap segala rahasia yang tak pernah kuduga sebelumnya. Lambat laun, ia mulai sadar terikat kewajiban untuk memberikan kepada orang lain apa yang telah ia terima sebagai hadiah dari Tuhan. Hasil karya itu adalah hasil karya yang tadi. Jiwa dari penciptaan (al-khalq) menuju realitas tertinggi (al-haqq), kemudian realitas melalui realitas, dan dari realitas kembali ke penciptaan, dan akhirnya ke realitas sebagaimana yang mengejawantah dalam penciptaan.
Atas desakan masyarakat dan permintaan Syah Abbas II (1588-1629), dari dinasti Safawi. Mulla Shadra diminta menjadi guru di madrasah Allah Wirdi Khan yang didirikan oleh gubernur provinsi Fars di Syiraz. Di sini pulalah ia banyak mengahsilkan karya. Hal ini di akui oleh Thomas Herbert, pengembara abad 11 H/17 M yang pernah melawat ke Syiraz selama masa hidup Shadra. Herbert menulis bahwa di Syiraz terdapat perguruan yang mengajarkan filsafat, astrologi, fisika, kimia, dan matematika yang menyebabkannya termasyhur di seluruh Persia. Kesibukan dalam mengajar dan menulis tidak menghalanginya untuk menunaikan ibadah haji. Bahkan tujuh di antaranya, dilakukan dengan berjalan kaki. Namun dalam perjalanan pulang hajinya yang ke-7 ia jatuh sakit dan meninggal dunia di Basrah pada tahun 1050 H/1641 M. Makamnya sangat termasyhur di kota itu.
Tampkanya, ketika filosof yang bernama Muhammad dan bergelar Sharuddin dan lebih dikenal dengan nama Mullah Shadra atau hanya Shadra ini muncul, filsafat yang ada, dan yang umumnya diajarkan, adalah tradisi neoplatonik-peripatetik Ibn Sina dan para pengikutnya.
Pada abad ke 6 H/ke 12 M, Suhrawardi telah melakukan kritik terhadap beberapa ajaran dasar parepatetisme. Dialah yang meletakkan dasar-dasar bagi filsafat Illuminasionis yang bersifat mistis (Hikmat al-Isyraq) yang kemudian memperoleh sejumlah pengikut. Dalam latar belakang yang demikian itulah sistem pemikiran Mulla Shadra yang khas tumbuh, yang kelihatannya benar-benar berbeda dari situasi intelektual dan spiritual pada masanya.
Dalam mazhab Isfahan, Mulla Sadra tercatat sebagai tokoh, filosof yang sangat tersohor, kepopulerannya ditandai oleh kepiawaiannya dalam menguasai ringkasan pemikiran filsafat Islam yang berkembang dalam rentang waktu 900 tahun dengan pendekatan sintesis akhir berbagai mazhab filsafat dan teologi Islam (alam). Bertumpu pada ajaran al-Quran dan al-Sunnah, ucapaan-ucapan para penguasa sebelumnya, termasuk filsafat peripatetik, iluminatif, kalam sunni dan syii serta mazhab gnosis, Mulla Sadra membuat sistesis secara menyeluruh yang selanjutnay dikenal dengna teosofi transedenden (al-hikmah al-mutaaliyah). Mulla Sadra merasa yakin bahwa ada tiga jalan terbuka bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan; wahyu, akal dan intelektual (Aql) dan visi batin atau pencerahan (kasyf). Dia berusaha merumuskan sebuahkebijaksanaansehingga manusia mampu mengambil manfaat dari ketiga sumber tersebut.2

Eksistensialisme Dalam Persfektif Beberapa Filusuf
Dalam analisa terminologi dapat diketemukan bahwa Wujud berarti keberadaan yang mempunyai tingkat abstraksi yang tinggi. Dengan demikian dapat dibedakan menurut dimensi masing-masing, bahwa wajd sarat dengaan pergumulan tasawuf, sementara wujud merupakan titik tolak dari filsafat yang sering dibahas dalam diskursus kalam dan filsafat Islam sebagai mazhab wujudiyah (existensialism)3.
Dalam pergumulan filsafat Barat, filsafat muncul karena suatu krisis, dan krisis berarti penentuan. Atau dengan bahasa lain, kehadiran filsafat merupakan bentuk krisis ke krisis yang lain. Perkembangan selanjutnya, kehadiran eksistensialisme sebagai alternatif dalam mengatasi krisis yang dikapling oleh materialisme dan idealiseme, maka eksistensialisme adalah cara orangberadadi dunia. Kata berada pada manusia tidak sama dengan beradanya pohon atau batu, dan yang dapat menjelaskan secara filosofis adalah aliran eksistensialisme.4
Bentuk reaksi ini dicetuskan oleh tokoh dari Denmark Soren Kierkegaaard, menurutnya.Filsafat tidak merupakan suatu sistem, tetapi suatu pengekspresian eksistensi individual. Karena manusia merupakan pengambil keputusan dalam eksistensinya. Apapun keputusan yang diambil tak pernah mantap dan sempurna, dan ingin selalu eksis. Yes, I Percieve perfecly that there are two possibilities, one can do either this or that (Ya, sejak semula saya menyaksikan bahwa ada dua kemungkinan, seorang hanya bisa melakuan apakah ini ataukah itu).5
Tokoh lain, Jean Paul Sartre (1905-1980) mengatakan; bahwa eksistensi manusia mendahuli esensinya. Pandangan ini amat janggal, sebab biasanya sesuatu itu harus ada esensinya terlebih dahulu sebelum keberadaannya. Filsafat eksistensialisme membicarakan cara berada di dunia ini, terutama cara berada manusia. Dengan kata lain, filsafat menempatkan cara wujud-wujud manusia sebagai tema sentral pembahasannya. Cara ini hanya inheren dengan manusia karena manusialah yang bereksitensi. Binatang, tetumbuhan, bebatuan dan lain-lain memang ada, tetapi keberadaan mereka tidak dapat disebut bereksistensi.6
Menurut Armahedi Mahzar. Eksistensialisme telah digantikan secara berturut turut oleh strukturalisme dan pasca-strukturalisme.Pasca- strukturalisme sebagai varian dari filsafat postmodern yang pliralistik,relativistic dsn snsrkiditu telah membuang semua bentuk eksitensialisme modern. Post-modernisme telah membuang semua esensi sehingga yang tinggal adalah eksistensi- eksistensi yang banyak yang tak lain dari benda- benda matrial di luar dan di dalam tubuh kita. Tentu pandangan ini sangat controversial,karena benda- benda itu tanpa esensinya, yaitu gerak dan interaksi antar sesamanya sepertiyang difahamioleh sains, tak mungkin melahirkan kehidupan, manusia dan bahkan pemikir- pemikir post modernis itu sendiri.7
Dalam filsafat Islam, filusup pertama yang mendudukan persoalan eksistensi- esensi secra berbeda- dalmarti bahwa salah satu dari keda modus wujud serbamungkin(contingent) itu ada yang realitas mendasar dan ada yang sekedar penempakan adalah Mir.Damad yang pada ahirnya ia lebih meyakini bahwa kuiditas sebagai realitasmendasar(ashlah al-mahiyah), sedangkan sadhr Al- Mutaallihin memilih ashlahul-wujud atau prinsip kemendasaran eksistensi. Al Mutaallinadalah filusuf pertama yang mengukuhkan hakikat eksistensi berdasarkan pijakan diskursif dalam Filsafat.8
Bangunan teori wujud dan teori kemungkinan esensial serta kemungkinan eksistensial telah banyak disinggung oleh Muhammad Baqir al-Shadr (salah seorang murid Mulla Sadra).9Seluruh bangunan pemikiran filsafat ini muncul dari refleksi dan renungan Shadr al-Dien Muhammad al-Syirazy yang populer disebut Mulla Sadra, dan dalam beberapa manuskrip Persia, tulisannya diketemukan sebagai basis-basis shadariyah. Mulla Sadra membahasnya secara tuntas dalam magnum opus-nya al-Hikmah al-Mutaaliyah Fial-Asfar al-Aqliyah al-Arbaah.
Bila ditelusuri bangunan pemikiran filsafat wujudiyah di atas, ternyata memiliki mata rantai dengan arus isyraqiyah yang dilepas oleh al-Suhrawardi al-Maqtul secara tipikal sarat dengan pergumulan pemikiran Syiah. Diantara para filososf yang merespon dan melanjutkan perspektif Isyraq diatas antara lain ; Mir Damad (w. 1631), bahaal-DienAmili (w. 1621), keduanya merupakan tokoh yang amat terkenal dalam periode safawi, Shadr al-Dien al-Syirazy (w. 1641) yang populer disebut dengan Mulla Sadra, dan diproklamirkan sebagai seorang filosof terbesar di zaman modern Persia.10
Mulla Sadra secara meyakinkan membangun pemikirannya melalui pendekatan sintesis; antara al-isyraq (illuminatif), massyai (peripatetik),irfan (gnosis), dan kalam (teologi). Semua bangunan pemikiran di atas menjadi karakteristik setting pemikiran Isfahan pada zaman Safawi. Titik puncak pemikirannya terletak di tangan Muhammad Sadaruddin al-Syirazi, atau Sadr al-Mutaallihin, yang sangat populer di kalangan filosofis,11

Eksistensialisme Mulla Sadra
Dalam perkembnagan filsafat di wilayah Islam timur setelah pembedaan ibnu Sina mengemukamengenai esensii dan wujud, persoalan mengenai yang mana dari keduanya yang merupakan relaitas uatama memainkan peranpenting.Kebanyakan Filosuf atas namaesensialismeberarguen bahwa wujud, karena kedudukanya sebagai sifat yang umum dari segala yang ada,yaitu dri konsep yang paing umum hanyalah memiliki realitas sebagai konsep skunder (maqul tsani) yang tidak mempunyai hubungan sesuatu yang nyata.
FilusufIlluminasionis, al- Suhrawardi khususnya, menentang keras faham realitas wujud. Alasanya jika kita menganggap wujud sebgai sifat esensi yang sesungguhnya, sesuai dengan pendapat ibnu sina, maka esensi, agar memiliki sifat ini, harus ada sebelum wujud12.Dalam hal ini terdapat kesalahan dalam memahami Ibnu Sina. Ia justru menegaskan bahwa wujud tidak hanya sekedar sifat, melainkan wujudlah satu- satunya hakikat atau realitas yang di miliki Tuhan, sedangkan segala sesuatu bagi yang mungkin,wujud itu diturunkan dari ataudipinjamkanoleh Tuhan dan, dengan demikian, sebagaitambahanbagi esensi mereka, tapi buan sebaga ambahan dari hal- hal particular yang ada.
Al-  Suhrawardi lebih jauh menegaskan bahwa jika wujudmerupakan bagian pokok dari realitas eksternel, maka wujud harus mengada dan wujud ke dua ini,pada giliranya, juga harus m engadadan seterusnya ad infinitum. Ia kemudian mengungkapkan prinsip umum bahwa setiap konsep yang sangat umum ( seperti eksistensi, kesatuan, kepastian, kemungkinan dan sebagainya), yang hakikatnya sedemikian sehingga jika suatu factor atau bentuk yang bersesuaian denganya diasumsikan ada dalam relitas eksternal, maka ini akan mengantarkanya pada penurunan yang takterbatas.Dengan demikian hanya ada dalam pikiranlah aanya.Tidak dalam realitas eksternal. Maka apa yang dibuktikan dalam argument ini adalah bahwa wujud buaknlah factor atau sifat ekstra dalam realitas eksternal.13
Sadra dengan keras menolak pandangan bahwa wujud tidak bersesuaian dengan apapun yang terdapat dalam realitas. Sebaliknya dia mengatakan bahwa tidak ada yang nyata yang sebenarnya kecuali wujud. Tetapi wujud srbagai satu- satunya realitas tidak pernah ditangkap oleh pikiran. Krenapikiran hanya dapat menengkap eensi dan gagasan umum wujud, atau eksistensi dan esensi. Karena esensi tidak mengada per se, tetapi hanya timbul dalam pikiran dari bentuk- bentuk atau mode- mode wujud partikulersehingga, dengan demikian hanyalah merupakan fenomena mental yang padaprinsipnya dapat diketahui sepenuhnya oleh pikiran, Sebaliknya,gagasan umum tentang eksistensi, yang timbul dalam pikiran tidak dapat mencerminkan atau mengangkap hakikat wujud, karena wujud merupakan realitas obyektif dan transformasinya ke dalam konsep mental yang abstrak pasti mengandung kesalahan. Dengan kata lain,apa yang ada bersifat unik dan particular, karena itu wujud tidak dapat ditangkap oleh pikiran konseptual, sementara eensi yang ada pada dirinya sendiri adalah gagasan umum, tidak per se. karena itu esensi dapat di diketahui oleh pikiran.
Pandangan bahwa wujud sendiri yang emnciptakan esensi menempatkan shadra terpisah dari aliran peripatitik muslim yang yakin bahwabenda- benda konkrit tersusun dari esensi dan eksistensi. Maing- masing mempunyai realitas yang terpisah. Pandangan ini juga memisahkan dirinya dari pemikiran al- Syuhrawardi dan para pengikutnya, yang meyakini esensi sebagai realitas,sedangkan wujud hayalah abstraksi.Pandangan Shadra lebih jauh menjelaskan dan membenarkan ajaran yang juga dibenarkan oleh Aristoteles dan para Filusuf peripatitik, bahwa wujud bukanlah genus. Aristoteles telah menegaskan bahw wujud tidak dapat menjsdi genus, karena genus dan deferiensia masing- masing dapat digambarkan sebagai sesuatu yangadadank e-ada-anini meliputi segala sesuatu,bqaik yang konseptal maupun yang real.
Bagi Shadra wujud tidak basa menjadi genus atai defrensia, karena wujudlah yang menciptakan semua esensi.apapun keadaan abstrak yang dimiliki oleh esensi ,tidak dimilioki oleh mereka per se- karena esensi dalam diri mereka bukanadajuga bukantidak ada, etapi karena wujud mereka maupun turunan dari wujud yang sebenarnya. Dengan kata lain, mereka bernilai dengan ke-ada-n ini ketika menjadi obyek pikiran14.
Mulla Sadara membagi wujud dalam beberapa kateogi wujud dan terutama dalam karyanya al-Ashfar al-Arbaah yaitu wujud yang berkaitan (al-wujud al-irtibati), al-wujud al-nafsi (self subsistent being), yang selanjutnya dikaitkan dengan statemen yang mengemukakan bahwaman is a rational animal. Kategori ini lalu dibagi menjadi tiga: substansi (jauhar0, aksiden (ard) dan semua wujud yang berskala wujud al-rabit (connectibe being) bagi semua wujud selain Tuhan. Dalam menangkap persoalan wujud, Mulla Sadra menekankan persoalan mendasar dan penting menjadi tiga yaitu; wajib (necessary), mungkin (possible), dan mumtani(impossibel). Dengna demikian pada gilirannya menurut Mulla Sadra wujud memiliki pembagian-pembagian yang dipertautkan dengan spesis-spesis (al-nauwa al-rutbah). Dengan bahasa lain, maujud dapat dibagi menjadi beberap kelompok (Sebagai contoh, dibagi menjadi obyektif dan subyektif, wajib dan mungkin, abadi dan diciptakan pada waktu tertentu, tetap dan berubah, tunggal dan jamak, potensi dan aksi, serta substansi atas aksiden). Tentu saja ini merupakan pengelompokkan secara primer, yaitu pengelompokkan atas maujud menurut kenyataan kemaujudannya15.
Filosof yang mengkaji tentang wujud secara kosmologik, mengatakan bahwa gagasan atau konsep yang kita nilai dianggap sebagai subyek, dan predikatnya akan berada dalam salah satu dari tiga kategori di atas. Relasi wujud dengan gagasan atau konsep bisa bersifat wajib; yaitu sesuatu itu wajib ada. Kita kemudian menyebutnya dengan wujud yang niscaya (wajib al-wujud). Filsafat ini membicarakan tentang Tuhan melalui pendekatan burhanu31dari wajib al-wujud. Bukti-bukti filosofis memperlihatkan bahwa ada suatu wujud yang baginya, ketiadaan adalah absurd dan keberadaan adalah wajib. Jika relasi wujud dengan gagasan bersifat mustahil, dan kehadirannya bersifat absurd dan keberadaan adalah wajib. Jika relasi wujud dengan gagasan bersifat mustahil, dan kehadirannya bersifat absurd, jika menyebutnya wujud mustahil, misalnya bangun kubus yang sekaligus berbentuk bola.

KESIMPULAN
Bagi Shadra wujud tidak basa menjadi genus atai defrensia, karena wujudlah yang menciptakan semua esensi.apapun keadaan abstrak yang dimiliki oleh esensi ,tidak dimilioki oleh mereka per se- karena esensi dalam diri mereka bukanadajuga bukantidak ada, etapi karena wujud mereka maupun turunan dari wujud yang sebenarnya. Dengan kata lain, mereka bernilai dengan ke-ada-n ini ketika menjadi obyek pikiran.

PENUTUP
Demikian makalah ini saya buat,walau dari konten masih salin sana sin, tapi itulah dianamika menulis, sehingga bsas maksimal dalam belajar, Di samping in sebagai ruang belajar yang takan brhenti.

DAFTAR PUSTAKA
http://zaedibasiturrozak.blogspot.com/2011/06/eksistensialisme-persfektif-filsafat.html
1Armahedi Mahzar (Pengantar), Fajlurrahman, Filsafat Sadra (Terj), Bandung, Penerbit Pustaka, 1975, hlm. v
2Ahmad Tafsir, Filsafat Umum. Akal & hati Sejak Thales Dan James, Bandung : Remaja Rosdakarya cet. Iii1993.hlm.192
3The Liang Gie, Pengantar Filsasat Ilmu , Yogyakarta : Liberty, 1991, hlm.3
4Seyyed Hossein nasr, Menjeleajah Dunia Modern Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim Bandung: Mizan, 1994. hlm.90
5 Fuad hasa, Berkenalan Dengna Eksistensialisme, cet. V. jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1992, hlm.25
6Driyarkaya, Percikan Filsafat .Jakarta : Pembangunan, 1996, hlm..57
7Armehedi Mahzar,Op. Cit, hlm. v
8Murthada Mutahhari, Pengantarpemikiran Shadra Filsafat Hikmah, terj, Bandung: Mizan,2002, hlm. 81
9Muhammad baqir al Shadr, Falsafatuna, (terj.) Nur Mufid. Bandung: Mizan, 1991. Hlm. 216-221
10Majid Fakhry, Sejarah Filasafat Islam, terj. Mulyadi Kartanegara, Jakarta : Dunia Pustaka Jaya. 1987).hlm.419
11Ibid
12Fajlurrahman, Filsafat Sadra (Terj), Bandung, Penerbit Pustaka, 1975, hlm. 35
13ibid
14bid
15Murtadha Muthahari, Tema-tema Penting Filsafat  Islam  ,  terj. Rifa’i hasan & Yuliani,  Bandung: Mizan , 1993.hlm. 55