Jumat, 11 Januari 2013

Pengertian Karikatur

Karikatur adalah gambar atau penggambaran suatu objek konkret dengan cara melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut.[1] Kata karikatur berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebih-lebihkan.[2][3] Karikatur menggambarkan subjek yang dikenal dan umumnya dimaksudkan untuk menimbulkan kelucuan bagi pihak yang mengenal subjek tersebut.[4][5] Karikatur dibedakan dari kartun karena karikatur tidak membentuk cerita sebagaimana kartun, namun karikatur dapat menjadi unsur dalam kartun, misalnya dalam kartun editorial. Orang yang membuat karikatur disebut sebagai karikaturis.
Karikatur sebagaimana yang dikenal sekarang berasal dari Italia abad ke-16. Pada abad ke-18, karikatur telah menjangkau masyarakat luas melalui media cetak dan, terutama di Inggris, telah menjadi sarana kritik sosial dan politis. Pada abad berikutnya, berbagai majalah satire menjadi media utama karikatur; peran yang kemudian dilanjutkan oleh surat kabar harian pada abad ke-20. Selain sebagai bentuk seni dan hiburan, karikatur juga telah digunakan dalam bidang psikologi untuk meneliti bagaimana manusia mengenali wajah.
Sejarah
Asal-usul karikatur
Lembaran karikatur karya Annibale Carracci
Walaupun gambar satire—seperti gambar hewan yang bertingkah laku seperti manusia—sudah ditemukan setidaknya sejak zaman Mesir Kuno, popularitas seni karikatur berasal dari Italia abad Renaisans. Pada mulanya, karikatur dibuat sebagai lelucon iseng oleh para seniman di studio, seperti Leonardo da Vinci dan Carracci bersaudara—Agostino dan Annibale serta Lodovico sepupu mereka,[8] untuk menghibur dirinya sendiri atau kawan-kawannya dengan menggambar patron ataupun subjek lukisannya secara berlebihan. Carracci bersaudara diyakini sebagai seniman-seniman pertama yang terkenal akan karikatur mereka, dan Annibale diyakini sebagai orang pertama yang menggunakan istilah ritrattini carichi (potret yang dilebih-lebihkan). Selanjutnya, Pier Leone Ghezzi menekuni seni ini dan membangun kariernya dengan lebih dari 2.000 karya karikatur orang kebanyakan maupun tokoh terkenal. Karikatur-karikatur tersebut tidak dipublikasikan ataupun disebarluaskan, namun menjadi hiburan di kalangan elite. Setelah menyebar di Italia pada abad ke-16, karikatur sebagai langgam visual baru menyebar ke pers popular Eropa lebih dari seabad kemudian.
Abad ke-18 dan awal abad ke-19
Gargantua, karya Honoré Daumier
Karikatur sebagai bentuk seni lukis baru berkembang di Inggris setelah penerbitan sejumlah karya Ghezzi dan seniman Italia lainnya pada tahun 1744. Contoh karikaturis Inggris yang popular pada abad ke-18 adalah James Gillray, Thomas Rowlandson, dan George Cruikshank yang menggabungkan unsur karikatur dengan kartun menjadi kartun satire. Namun demikian, pada tahun 1830-an karya-karya mereka sudah kurang popular di Inggris dan kemudian diekspor ke Prancis dalam mingguan La Caricature dan kemudian harian Le Charivari yang sangat sukses, keduanya dipimpin oleh Charles Philipon.
Ilustrasi patung Berlioz karya Jean-Pierre Dantan
Dua terbitan Charles Philipon tersebut membuat Prancis menjadi pusat baru perkarikaturan. Sejumlah karikaturis terbaik pada zaman itu dipekerjakan oleh Philipon; Paul Gavarni, J.J. Grandville, dan terutama Honoré Daumier, yang dianggap sebagai salah satu seniman paling terampil dalam sejarah karikatur.[9] Baik Philipon maupun Daumier pernah ditahan akibat karikatur mereka di kedua terbitan tersebut yang meng-kritik pemerintahan raja Prancis saat itu, Louis-Philippe. Pada salah satu sidang pengadilannya, Philipon menggambar potret Raja Louis-Philippe yang bermetamorfosis menjadi buah pir dan menyatakan pembelaan bahwa ada banyak hal yang mirip satu sama lain di alam sehingga tidak boleh ada pembatasan atas kreativitas seniman.[10] Daumier sendiri pertama kali diadili karena Gargantua, kartun karyanya yang meng-karikaturkan Louis-Philippe sebagai raksasa yang memakan uang rakyat.[11]
Karikaturisme kemudian menyebar ke media lain, yaitu patung, dimulai dari patung-patung karikatur karya Jean-Pierre Dantan. Gaya patung Dantan ini sangat mempengaruhi para seniman karikatur, sehingga mereka pun menciptakan patung-patung kepala penyanyi, penulis, pemusik dunia terkenal dan banyak aktor terkenal dari Comédie-Française. Bentuknya mungil dan menjadi sangat diminati, dipakai sebagai hiasan ujung tongkat, pegangan kayu, topeng, dan alat permainan lainnya.
Akhir abad ke-19
Karikatur Benjamin Disraeli karya Carlo Pellegrini adalah karikatur pertama pada majalah Vanity Fair terbitan London.
Pada tahun 1868 di London, Thomas Gibson Bowles mulai menerbitkan Vanity Fair, majalah 'politik, sosial, dan kesusastraan' yang kemudian terkenal karena memuat karikatur berwarna yang menggambarkan politisi, tokoh sastra, raja atau ratu dari luar negeri, ilmuwan, olahragawan, dan tokoh-tokoh terkenal lain. Sebagian besar karikatur tersebut digambar oleh Carlo Pellegrini—kartunis Italia yang menggunakan nama samaran "Singe" (bahasa Prancis untuk monyet) dan "Ape" (bahasa Inggris untuk kera) untuk mencerminkan pekerjaannya, yaitu menirukan subjeknya dengan tidak sempurna (to ape, dalam bahasa Inggris)—dan Leslie Ward ("Spy"), walaupun banyak seniman lain juga berkarya untuk majalah tersebut. Setiap karikatur tersebut diberi komentar yang mengolok-olok oleh Bowles dan editor-editor selanjutnya yang menggunakan nama samaran "Jehu Junior". Majalah ini disebut sebagai yang paling banyak dibaca oleh para pejabat dan orang kaya Inggris dibandingkan dengan mingguan lainnya.
Karikatur Vanity Fair tersebut memengaruhi Joseph Keppler, imigran Austria yang menerbitkan majalah Puck di New York, Amerika Serikat. Mulai terbit dalam bahasa Jerman pada tahun 1876 dan kemudian bahasa Inggris setengah tahun kemudian, majalah ini juga memuat karikatur tokoh-tokoh terkenal yang disebut puckograph. Kesuksesan Puck mengilhami penerbit lain untuk menirunya, dan segera saja surat kabar-surat kabar dan terbitan tetap lainnya mulai secara rutin memuat karikatur.
Sementara itu, kartun editorial Thomas Nast yang sering berisi karikatur William M. Tweed, seorang politikus New York yang korup, dimuat di majalah Harper's Weekly dan turut berperan menggulingkan kekuasaan politikus tersebut. Setelah Tweed melarikan diri dari Amerika Serikat karena tuduhan kriminalitas, seorang polisi di Vigo, Spanyol, berhasil mengenalinya berkat kartun-kartun Nast tersebut.
Awal abad ke-20
Karikatur abstrak Alfred Stieglitz karya Marius de Zayas
Pada awal dekade ke-2 abad ke-20, Marius de Zayas, seorang karikaturis Meksiko yang hijrah ke New York, mengembangkan gaya seni lukis yang ia sebut karikatur abstrak. Selama berkarya di Meksiko maupun pada tahun-tahun pertamanya di New York, de Zayas menggunakan gaya yang realistik dan representasional. Namun demikian, sewaktu mengunjungi Paris selama hampir setahun penuh dan setelah bertemu Picasso dengan gaya kubismenya, de Zayas mengungkapkan ketidakpuasannya atas metode karikatur tradisional. Sekembalinya ke Amerika Serikat pada tahun 1911, de Zayas mulai mengeksplorasi gaya barunya yang memadukan bentuk-bentuk geometris datar simetris dan persamaan-persamaan matematika. Dengan gaya karikaturnya itu, de Zayas disebut "menjembatani kesenjangan antara karikatur pesohor populer dalam media komersial dengan keprihatinan dunia seni avant-garde untuk menemukan cara inovatif menggambarkan manusia tanpa kemiripan tersurat".
Seusai Perang Dunia I, popularitas karikatur berkembang secara dramatis di Amerika Serikat seiring dengan perkembangan film, fotografi, dan majalah yang membuat wajah para pesohor dari bintang film sampai atlet dan politisi dengan mudah dikenali oleh umum. Karikatur teatris menjadi genre tersendiri dalam seni populer masa tersebut, dimulai oleh Al Frueh yang menerbitkan Stage Folk, kumpulan karikaturnya yang bergaya Art Deco, pada tahun 1922. Pada tahun yang sama, Ralph Barton juga terkenal sebagai karikaturis teatris setelah menghiasi tirai teater pada salah satu pertunjukan di Broadway dengan 139 karikatur bintang teater, kritikus drama, dan orang-orang ternama dari masyarakat kelas atas New York.[23]Miguel Covarrubias, yang berasal dari Meksiko, menyusul dengan karyanya di berbagai surat kabar dan majalah serta buku kumpulan karikatur pertamanya yang terbit pada tahun 1925, The Prince of Wales and Other Famous Americans. Alex Gard yang berimigrasi dari Rusia juga mengkhususkan diri menggambar tokoh-tokoh teater, terutama lebih dari 700 karyanya yang terpampang di dinding restoran "Sardi's" di New York yang digambar dengan imbalan makan gratis di restoran tersebut sejak tahun 1927 hingga kematiannya tahun 1948. Namun demikian, Al Hirschfeld adalah seniman yang dianggap sebagai tetua semua karikaturis teatris.
Karikatur teatris Hirschfeld mulai dimuat di sejumlah surat kabar di New York setelah karikatur aktor Prancis Sacha Guitry karyanya, yang semula ia gambar pada salah satu pertunjukan teater Guitry dan membuat seorang wartawan terkesan hingga menyarankan Hirschfeld untuk menjualnya, dimuat di halaman depan surat kabar New York Herald Tribune pada tahun 1926. Akan tetapi, gaya khas karikatur kaligrafis linear Hirschfeld baru berkembang setelah ia mengunjungi Bali pada tahun 1932 atas undangan Covarrubias. Ia mengaku terkesan dengan wayang kulit Jawa dan dipengaruhi oleh gaya seniman ukiyo-e Jepang seperti Harunobu, Utamaro, dan Hokusai,[30] maupun oleh Covarrubias. Sepanjang kariernya, ia membuat karikatur hampir semua tokoh penting teater Amerika Serikat, dan orang yang sudah dibuat karikaturnya oleh Hirschfeld menjadi dianggap tokoh sukses. Karyanya tampil pada hampir semua terbitan ternama selama sembilan dekade, termasuk hampir tujuh puluh lima tahun pada harian The New York Times, serta banyak poster, buku, dan sampul rekaman, hingga kematiannya pada tahun 2003.
Akhir abad ke-20
Karikatur Lyndon Johnson karya David Levine
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, karikatur politik mengalami "kelahiran kembali" dalam masa yang oleh Steven Heller, direktur seni senior The New York Times, disebut sebagai "periode paling vital dalam perkarikaturan abad ke-20".[32] Hal-hal seperti Perang Vietnam, skandal Watergate, kebudayaan pemuda, feminisme, dan hak-hak sipil menjadi sasaran karikaturis dan kartunis politik pada masa ini yang dipelopori oleh David Levine, Edward Sorel, dan Robert Grossman dari Amerika Serikat serta Ralph Steadman dan Gerald Scarfe dari Inggris. Karya mereka tampil di majalah-majalah seperti The New York Review of Books, New York, dan Esquire maupun media protes lainnya.
David Levine beberapa kali disebut sebagai karikaturis terhebat pada masanya. Karyanya tampil sebagai ilustrasi artikel pada majalah The New York Review of Books mulai tahun 1963 hingga 44 tahun kemudian, dan lebih dari 6.000 karikatur penulis, artis, dan politisi yang digambarnya dengan pena dan tinta dimuat di berbagai terbitan prestisius seperti Time, Esquire, dan The New Yorker. Untuk membuat karikatur pada The New York Review of Books, Levine menelaah terlebih dahulu buram artikel yang akan diberi ilustrasi, bersama dengan foto tokoh yang oleh majalah tersebut diminta dibuat karikaturnya. The New York Times mendeskripsikan karikatur Levine sebagai "berkepala besar, berekspresi murung, menyelisik secara tajam, dan hampir tidak pernah memuji" Salah satu karyanya yang terkenal ialah karikatur Presiden Amerika Serikat Lyndon Johnson yang sedang menunjukkan bekas luka operasi yang digambarkan Levine berbentuk seperti peta Vietnam.
Pada tahun 1980-an, acara televisi Inggris Spitting Image yang menampilkan karikatur dalam bentuk boneka mengolok-olok politisi dan para pemimpin partai pada era Margaret Thatcher.[37] Program yang ditayangkan tahun 1984–1996 ini dimotori oleh Roger Law dan Peter Fluck yang pada tahun 1970-an sudah membuat karikatur untuk The Sunday Times Magazine, The New York Times, dan sejumlah majalah internasional. Spitting Image mulanya dikritik karena karikaturnya dianggap bersifat ofensif, terutama karikaturnya atas keluarga kerajaan Inggris, namun kemudian menjadi sukses besar. Sesudah itu, acara ini ditiru di berbagai negara, dari Amerika Serikat hingga Iran.
Pembuatan karikatur
Dalam membuat karikatur, karikaturis melakukan observasi untuk menentukan ciri khas yang membuat subjeknya berbeda dari orang lain, dan melebih-lebihkan ciri tersebut.[39][40] Untuk itu, karikaturis membandingkan wajah subjeknya dengan wajah orang rata-rata, dan melebih-lebihkan perbedaannya.Misalnya, jika subjek karikatur memiliki hidung yang lebih panjang dibandingkan orang rata-rata, gambaran hidung subjek tersebut di karikaturnya akan jauh lebih panjang. Namun demikian, bagaimana ciri khas tersebut dilebih-lebihkan sering bergantung pada gaya menggambar masing-masing karikaturis.
Sebagaimana ditinjau ulang oleh Susan E. Brennan, karikaturis mulai membuat karikaturnya dengan model anatomi proporsi wajah yang digeneralisasi. Banyak karikaturis memiliki sejumlah foto figur publik untuk membuat karikaturnya dan selalu menggunakan lebih dari satu foto. Karikaturis dapat pula mempelajari sejumlah foto subjeknya dan kemudian menggambar berdasarkan ingatan.
Telah dilakukan berbagai usaha untuk membuat karikatur secara automatis atau semi-automatis menggunakan teknik grafik komputer. Misalnya, Susan E. Brennan menciptakan suatu perangkat lunak untuk membuat karikatur secara interaktif. Dalam sistem yang ia rancang, karikatur dibuat dengan membandingkan dua gambar; gambar wajah orang yang akan dibuat dikarikaturnya dan wajah orang yang dianggap rata-rata. Kemudian, wajah pertama dibuat karikaturnya dengan menambahkan perbedaan antargambar tersebut.
Sejumlah sistem pembuat karikatur terkomputerisasi selanjutnya mengembangkan metode yang digunakan Brennan. Selain itu, terdapat pula sejumlah sistem lain yang berusaha mempelajari bagaimana karikaturis membuat karikaturnya dengan menerapkan teknik-teknik kecerdasan buatan atau statistika. Sistem lain bergantung pada masukan dari pengguna mengenai ciri-ciri wajah yang perlu dikarikaturkan sehingga menuntut keterampilan penggunanya.
Karikatur dan persepsi wajah
Penggunaan karikatur dalam pengenalan wajah dan persepsi wajah telah ditelaah dalam bidang psikologi kognitif, persepsi visual, visi komputer, dan pengenalan pola. Penelitian menunjukkan bahwa gambar wajah yang dilebih-lebihkan—menggunakan sistem pembuat karikatur terkomputerisasi seperti yang disebutkan di atas—secara umum lebih mudah dikenali daripada foto orang tersebut. Hal ini dikenal sebagai caricature effect ('efek karikatur').[44] Penelitian juga menunjukkan adanya reverse-caricature effect ('efek karikatur balik'), yaitu bahwa orang yang sudah pernah melihat karikatur seseorang kemudian menjadi lebih mudah mengenali foto orang tersebut. Fenomena ini diduga disebabkan oleh ciri-ciri wajah yang memang berbeda dan dilebih-lebihkan dalam karikatur membuat wajah lebih mudah dikenali. Ciri-ciri wajah yang lain daripada yang lain merupakan hal penting dalam pengenalan wajah dan wajah yang memiliki ciri khusus memang lebih mudah dikenali daripada wajah yang umum. Karikatur juga telah dipelajari sebagai mekanisme untuk memperbaiki tingkat pengenalan sketsa atau foto komposit wajah pelaku kriminalitas.




Judul: Identitas Politik Umat Islam
Penulis: Kuntowijoyo
Tebal: 285 Halaman
Penerbit: Penerbit Mizan, Bandung
Tahun: Cetakan Pertama, 1997


Bismillah, Politik atau siyasah merupakan sesuatu hal yang tidak asing lagi bagi kita. Apalagi dengan politik Islam, banyak buku-buku klasik yang menerangkan tentang politik islam seperti Al-Farabi, Almwawrdi, Ibn Taimiyah. Akan tetapi mereka cenderung menekankan pada aspek Syariah dan aklak pribadi. Berbeda denagn buku karangan Kuntowijoyo ini, Beliau melakukan pendekatan politik Ilam memlalui isu-isu sosial yang terkini. Berikut ini saya akan mengemukakan beberapa isu-isu sosial yang berkaitan dengan politik islam yang menurut saya sangat penting.
1.