Rabu, 28 Desember 2011

SINOPSIS KONSEP BELAJAR BEHAVIORISME

2. SINOPSIS KONSEP BELAJAR BEHAVIORISME
a. Ivan Pavlov
1. Teori belajar kondisioning klasik (clasikal conditioning)
Ivan Pavlov melakukian eksperimen terhadap anjing. Pavlov melihat selama pelatihan ada perubahan dalam waktu dan rata-rata keluarnya air liur pada anjing (salivation). Pavlov mengamati, jika daging diletakkan dekat mulut anjing yang lapar, anjing akan mengeluarkan air liur. Hal ini terjadi karena daging telah menyebabkan rangsangan kepada anjing, sehingga secara otomatis ia mengeluarkan air liur. Walaupun tanpa latihan dan dikondisikan sebelumnya, anjing pasti akan mengeluarkan air liur jika dihadapkan pada daging. Dalam percobaan ini, daging disebut dengan stimulus yang tidak terkondisikan (unconditioned stimulus). Dan karena slavia terjadi secara otomatis pada saat daging di dekat anjing tanpa latihan atau pengondisian, maka keluarnya slavia pada anjing tersebut dinamakan sebagai yang tidak dikondisikan (unresponse conditioning).
Kalau daging dapat menimbulkan slavia pada anjing tanpa latihan atau pengalaman sebelumnya, maka stimulus yang lain, seperti bel, tidak dapat menghasilkan slavia. Karena stimulus tersebut tidak menghasilkan respons, maka stimulus (bel) tersebut disebut dengan stimulus netral (neutral stimulus). Menurut eksperimen Pavlov, jika stimulus netral (bel) dipasangkan dengan daging (unconditioning stimulus) dan dilakukan secara berulang-ulang, maka stimulus netral akan berubah menjadi stimulus yang terkondisikan (condisioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan respons anjing seperti ketika ia melihat daging. Oleh karena itu, bunyi belsendiri akan dapat menyebabkan anjing mengeluarkan air liur (slavia). Proses ini dinamakan clasical conditioning.
2. hukum-hukum kondisional klasik
Dari Hasil eksperimen dengan menggunakan anjing tersebut, Pavlov akhirnya menemukan beberapa hukum pengondisian, yaitu pemerolehan (acquistion), pemadaman (extintion), generalisasi (generalization), diskriminasi (discrimination), dan kondisioning tandingan (Davidoff, 1981).
b. Edward Lee Thorndike
Eksperimen Pavlov telah memberikan inspirasi bagi para peneliti di Amerika seperti Thorndike. Thorndike adalah psikologi Amerika yang pertama kali mengadakan eksperimen hubungan S-R dengan hewan kucing melalui prosedur dan aparatus yang sistematis (Fudyartanto, 2002). Eksperimennya yaitu:
a. Kucing yang lapar dimasukkan dalam kotak kerangkeng (puzzle box) yang dilengkapi dengan alat pembuka bila disentuh;
b. Di luar kotak ditaruh daging, Kucing dalam kerangkeng bergerak kesana kemari mencari jalan untuk ke luar, tetapi gagal. Kucing terus melakukan usaha dan gagal, keadaan ini berlangsung terus;
c Pada suatu ketika kucing tanpa sengaja menekan sebuah tombol sehingga tanpa disengaja pintu kotak kerangkeng terbuka dan kucing dapat memakan daging di depannya.
Percobaan Thorndike tersebut diulang-ulang, dan pola gerakan kucing sama saja namun makin lama kucing dapat membuka pintu. Gerakan usahanya makin sedikit dan efisien. Thorndike menyatakan bahwa perilaku belajar manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di lingkungan sehingga menimbulkan respons secara refleks. Stimulus yang terjadi setelah sebuah perilaku terjadi akan memengaruhi perilaku selanjutnya. Dari eksperimen ini, Thorndike telah mengembangkan hukum law effeck. Hukum law effeck menyatakan bahwa jika sebuah tindakan diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam lingkungan, maka kemungkinan tindakan itu akan diulang kembali akan semakin meninggkat. Sebaliknya, jika sebuah tindakan diikuti oleh perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan itu mungkin menurun atau tidak dilakukan sama sekali.
c. Burrhus Federic Skinner
1. Teori belajar Skinner
Skinner memulai penemuan teori belajarnya dengan kepercayaan bahwa prinsip-prinsip kondisioning klasik hanya sebagian kecil dari perilaku yang bisa dipelajari. Banyak perilaku manusia adalah operan, bukan responden. Kondisioning klasik hanya menjelaskan bagaimana perilaku yang ada dipasangkan dengan rangsangan atau stimuli baru, tetapi tidak menjelaskan bagaimana perilaku operan baru dicapai. Pada dasarnya, Skinner mendevinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku (Gredler, 1986). Perubahan perilaku yang dicapai sebagai hasil belajar tersebut melalui proses penguatan perilaku baru yang muncul, yang biasanya disebut dengan kondisioning operan (operant conditioning).
Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang disebut dengan Skinner Box. Kotak Skinner ini berisi dua macam komponen pokok, yaitu manipuldum dan alat pemberi rainforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipuldum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcemen. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan cara larikesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya. Tingkah laku tikus yang demikian disebut dengan “emmited behavior” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancer dari organisme tanpa memedulikan stimulus tertentu. Kemudian salah satu tingkah laku tikus (seperti cakaran kaki, sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya.
Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforcer bagi tikus yang telah menekan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah yang disebu dengan tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi rienforcement, yaitu penguatan berupa butir-butiran makanan ke wadah makanan. Kalau diamati, ternyata eksperiment Skinner sama dengan eksperiment yang dilakukan oleh Thorndike. Bedanya makanan (reinforcer) pada thorndike ditunjukkan terlebih dahulu, sedangkan pada Skinnr reinforcer ditunjukkan setelah sebuah tingkah laku terjadi.
2. Prinsip-prinsip belajar menurut Skinner
Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Skinner menghasilkan beberapa prinsip-prinsip belajar yang menghasilkan perubahan perilaku (Slavin, 1994), yaitu: Reinforcement (frekuensi tingkah laku), Punishment (menghadirkan atau menberikan sebuah situasi tidak menyenangkan atau situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan tingkah laku), Shaping (menggunakan langkah-langkah kecil yang disetai dengan feedback untuk membantu siswa mencapai tujuan yang ingin dicapai), Extinction (mengurangi atau menurunkan tingkah laku dengan menarik reinforcement yang menyebabkan perilaku tersebut terjadi), Antesenden dan perubahan perilaku.
d. Edwin R Gutrie
1. Teori belajar menurut Gutrie B
Teori ini menyatakan bahwa apa yang sesungguhnya dipelajari oleh orang, seperti seorang siswa belajar, adalah reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah rangsangan atau stimulus. Artinya, setiap peristiwa belajar hanya mungkin terjadi sekali saja untuk selamanya atau tidak sama sekali terjadi (Reber, 1989; Syah, 2003). Menurut Guthrie, peningkatan hasil belajar secara berangsur-angsur yang dicapai oleh siswa bukan hasil dari berbagai respons kompleks terhadap stimulus-stimulus sebagaimana yang diyakini para behavioris lainnya, melainkan karena kedekatan asosiasi antara stimulus dan respons.
2. Memutus kebiasaan
Untuk menghentikan kebiasaan yang inapropirate (tidak sesuai), maka kebiasaan itu perlu diputus. Untuk itu, perlu pula memutus hubungan antara asosiasi dengan 'cues' yang memunculkan stimuli (rangsangan) dan respons. Ada tiga metode yang ditawarkan oleh Guthrie untuk memutuskan kebiasaan yaitu, metode ambang pintu (threshold methode), metode yang kaku (fatigue methode), dan methode respons tandingan (incompatable respons methode).
3. Punishment (hukuman)
Berbeda dengan reinforcemen yang tidak terlalu berperan dalam proses belajar, hukuman (punishment) mempunyai pengaruh penting mengubah perilaku seseorang. Punishment jika diberikan secara tepat dalam menghadirkan sebuah stimulus yang memunculkan sebuah perilaku inapropiriate, dapat menyebabkan subyak melakukan sesuatu yang berbeda.
4. Eksperimen Guthrie
Salah satu eksperimen yang dilakukan oleh Guthrie untuk mendukung teori kontiguitas adalah percobaannya dengan kucing yang dimasukkan ke dalam kotak puzel. Kemudian kucing tersebut berusaha keluar. Kotak dilengkapi dengan alat yang bila disentuh dapat membuka kotak puzel tersebut. Selain itu, kotak tersebut juga dilengkapi alat yang dapat merekam gerakan-gerakan kucing di dalam kotak. Alat tersebut menunjukkan bahwa kucing telah belajar mengulang-ulang gerakan sama yang diasosiasikan dengan gerakan-gerakan sebelimya ketika dia dapat keluar dari kotak tersebut. Dari hasil eksperimen tersebut, muncul beberapa prinsip dalam teori kontiguitas, yaitu:
1. Agar terjadi pembiasaan, maka organisma harus selalu merespons atau melakukan sesuatu;
2. Pada saat belajar melibatkan pembiasaan terhadap gerakan-gerakan tertentu, oleh karena itu instruksi yang diberikan harus spesifik.
3. Keterbukaan terhadap bergai bentuk stimulus yang ada merupakan keinginan untuk menghasilkan respons secara umum;
4. Respons terakhir dalam belajar harus benar ketika itu menjadi sesuatu yang akan diasosiasikan;
5. Asosiasi akan menjadi lebih kuat karena ada pengulangan.
e. Clark Hull
Hull telah mengembangkan sebuah teori dalam versi behaviorisme. Ia menyatakan bahwa stimulus (S) memengaruhi organisme (O) dan menghasilkan respons ® itu tergantung pada karakteristik O dan S. Dengan kata lain, Hull telah berminat terhadap studi yang mempelajari variabel intervening yang memengaruhi perilaku seperti dorongan atau keinginan, insentif, penghalang , dan kebiasaan. Teori Hull ini disebut dengan teori mengurangi dorongan (drive reduction theory). Seperti teori-teori behavior yang lain, dalam hal ini, reinforcement merupakan faktor utama yang mementukan belajar. Bedanya, dalam Drive Reduction Theory ini, pemenuhan dorongan atau kebutuhan lebih dikurangi dan mempunyai peran yang sangat penting dalam perilaku daripada dalam teori-teori belajar behaviorisme yang lain.
Secara teoritis, kerangka teori Hull berisi postulat postulat yang dinyatakan dalam bentuk matematik: 1) organisme memiliki sebuah hierarki kebutuhan yang muncul karena adanya stimulation atau dorongan; 2) kebiasaan yang kuat meningkatkan aktivitas yang diasosiasikan dengan reinfircement primer maupun sekunder; 3) stimulus diasosiasikan dengan penghentian sebuah respons menjadi penghalang yang dikondisikan; dan, 4) lebih efektif reaksi potensi melampui reaksi minimal, lebih pendek terjadinya penundaan respons (Latency respons). Berdasarkan postulat tersebut, Hull menyatakan berbagai macam tipe variabel seperti generalisasi, motivasi, dan variabilitas dalam belajar.
Salah satu konsep yang paling penting dalam teori Hull adalah hierarki kebiasaan yang kuat bagi sebuah stimulus yang diberikan, sebuah organima akan dapat merespons dengan sejumlah cara. Seperti sebuah respons yang spesifik mempunyai sebuah kemungkinan dapat diubah oleh hadiah dan dipengaruhi oleh berbagai macam variabel lain (seperti halangan). Dalam beberapa bacaan tentang teori hull ini, hierarki kebiasaan yang kuat menyerupai komponen-komponen teori kognitif.
Drive Reduction Theory ini memiliki beberapa prinsip, yaitu (1) dorongan merupakan hal yang penting agar terjadi respons (siswa harus memiliki keinginan untuk belajar), (2) stimulus dan respons harus dapat diketahui oleh organisme agar pembiasaan dapat terjadi (siswa harus mempunyai perhatian ), (3) respons harus dibuat agar terjadi pembiasaan (siswa harus aktif), dan (4) pembiasaan hanya akan terjadi jika reinforcemen dapat memenuhi kebutuhan (belajar harus dapat memenuhi keinginan siswa).

DEFINISI ILMU DAKWAH DAN TABLIG


DEFINISI ILMU DAKWAH DAN TABLIG

Oleh : titah & zoom
2.1 Definisi Dakwah
2.1.1 Definisi Dakwah Menurut Bahasa
Menurut kamus besar bahasa arab :
دعا – يدعو- دعوة
artinya : panggilan, ajakan, seruan
Pengertian seperti di atas banyak terdapat di dalam ayat Al-Qur'an, salah satunya :
قال ربّ السّجن أحبّ إللىّ ممّا يدعوننى إليه (يوسوف :۳۳)
" Yusuf berkata : Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan kepadaku. " ( QS. Yusuf : 33 )
2.1.2 Definisi Dakwah Menurut Istilah
Ulama' memberikan definisi Dakwah dengan berbagai maca definisi, antara lain :
a. Menurut Syaikh Ali Makhfudh dalam kitab “ Hidayatul Mursyidin “ mendorong manusia dan menyeru mereka kepada kebajikan dan mencegah mereka dari perbuatan mungkar.
b. Menurut Syaikh Muhammad Khidr Husain dalam buku " Al-Dakwah ila al Ishlah " :
Upaya untuk memotifasi orang agar berbuat baik dan mengikuti jalan petunjuk, dan melakukan amr ma'ruf nahi mungkar dengan tujuan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat
c. Menurut HSM. Nasaruddin Latif dalam buku “ Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah “ :
Setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau lukisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah sesuiai dengan syari’at dan aqidah Islam
d. Menurut Prof. Dr. H. Abu Bakar Atjeh dalam buku “ Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islam “ :Seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar dilakukan dengan bijaksana dan nasehat baik.
e. Menurut Prof. Toha Yahya Oemar, MA :
Mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia akhirat
f. Menurut Drs. H. Masdare Helmy :
Mengajak dan menggerakkan manusia agar mentaati ajaran Allah termasuk amar ma’ruf nahi Mungkar
2.1.3 Unsur – Unsur Pengertian Pokok
Tiga unsur yang harus diperhatikan walaupun terdapat definisi – definisi yang berbeda adalah :
1) Proses penyampaian ajaran Islam dari seseorang kepada orang lain
2) Penyampaian ajaran Islam tersebut dapat berupa amar ma’ruf nahi mungkar.
3) Usaha tersebut dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya suatu indifidu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan ajaran agama Islam.
2.1.4 Fadhilah Dakwah
Fadhilah Dakwah itu meliputi :
1) Dakwah adalah amalan yang paling mulia
2) Dakwah adalah jalan hidup Nabi Muhammad SAW
3) Pahala dakwah akan mengalir terus menerus, Rasulullah SAW bersabda ," Barang siapa yang menyeru kepada hidayah, dia akan memperoleh pahala orang yang mengikutinya tanpa mengikuti pahala orang yang mengikutinya sedikit pun …". (H.R. Muslim)
4) Dakwah adalah bagian dari jihad fisabilillah, Nabi Muhammad bersabda ," Berjihadlah kalian dengan tangan, lidah dan harta ." ( H.R. An Nasa'I )
2.2 Istilah – Istilah Yang Berkaitan Dengan Dakwah
Istilah – istilah yang berhubungan erat dengan Dakwah, antara lain :
a. Tabligh : Menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain Pelakunya disebut : “ Muballigh “
b. Khutbah : Berasal dari kata خطب yang artinya ; mengucapkan atau berpidato, pelakunya disebut “ Khotib “. Menurut Abu Bakar Atceh Khutbah alah dakwah atau tabligh yang diucapkan dengan lisan padaupacara – upacara agama sepreti khutbah jum'at, khutbah hari raya, khutbah nikah dan lain – lain yang memiliki corak syarat dan rukun tertentu.
c. Nashihah : Menyampaikan perkataan yang baik kepada seseorang atau beberapa orang untuk memperbaiki sikap dan tingkah lakunya, pelakunya disebut “ نا صح
d. Fatwa : Memberikan uraian atau keterangan agama mengenai suatu masalah, pelakunya disebut “ Mufti “
e. Tabsyir/ Targhib : Memberikan uraian keagamaan kepada orang lain yang isinya berupa berita menggembirakan orang yang menerimanya, pelakunya disebut “ Mubassyir “
f. Tandzir/ Tarhib : Menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain yang isinya berupa berita peringatan atau ancaman bagi yang melanggar syari’at, pelakunya disebut “ Mundzir “
2.3 Hakikat Dakwah
Tiga hal yang disebut sebagai Dakwah Islamiyah, adalah :
1. Kebebasan
Dakwah Islam adalah ajakan kepada ummat manusia agar tujuan untuk meyakinkan obyek dakwah terhadap syari'at – syari'at Islam dapat tercapai hanya dengan persetujuan tanpa adanya paksaan dari obyek dakwah
2. Rasionalitas
Dakwah Islam adalah ajakan untuk berpikir, berdebat dan berargumen adapun tiga hal yang berkaitan dengan metodologi rasionalitas adalah :
a. Dakwah Islam itu menolak semua ajaran yang tidak berkaitan dengan realitas
b. Menafikan hal – hal yang sangat bertentangan
c. Terbuka dengan bukti baru atau berlawanan yang akan melindungi ummat dari sikap literatisme, fanatisme,dan konservatisme yang menimbulkan stagnasi
3. Universal
Universalitas dakwah di sini bahwa obyek dakwah Islam adalah semua manusia dan tanpa mengenal batasan ( universal ). Islam memandang semua orang adalah mempunyai kewajiban untuk mendengar bukti dan menerima kebenaran. Islam mengandung ajaran - ajaran dasar yang berlaku untuk semua tempat dan zaman, seperti ungkapan bahasa arab " Al- islam shalih fi kulli zaman wa makan. " Selain itu universal di sini juga bias berarti tanpa mengenal batas – batas etnis (batas – batas tempat ) dan batas – batas masa.
2.4 Definisi Ilmu Dakwah
Hasil rumusan definisi Ilmu dakwah pada pertemuan para sarjana Fakultas Dakwah se-Jawa Tahun 1978 :
a. Ilmu yang mempelajari proses penyampaian ajaran agama Islam kepada ummat
b. Ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur-unsur dakwah
c. Ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala penyampaian agama dan proses keagamaan dalam segala segi
Menurut Toha Yahya Oemar definisi Ilmu Dakwah adalah;
a. Secara umum : Suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntunan-tuntunan bagaimana seharusnya menarik perhatian manisia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi, pendapat, pekerjaan yang tertentu
b. Definisi menurut Islam ( khusus ) : mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan peringatan Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia akhiratMenurut Dr. Ahmad Ghalwasy dalam buku " Ad Dakwah Al-Islamiyyah " : Ilmu dakwah adalah ilmu yang dipakai untuk megetahui berbagai seni menyampaikan kandunagan ajaran Islam, baik itu aqidah, syari'at maupun akhlaq.
DAFTAR PUSTAKA
http://pandidikan.blogspot.com/2010/04/definisi-ilmu-dakwah-dan-tabligh.html

Rabu, 21 Desember 2011

ANALISIS FILM THE MIRACLE WORKER BERDASARKAN TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISME

ANALISIS FILM THE MIRACLE WORKER
BERDASARKAN TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISME

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Faifda Ariyani M. Si S. PSi





Disusun oleh:
Suranto
G 0001000 068


TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011






A. SINOPSIS

1. Ringkasan film The Miracle Worker
Helen Adams Keller dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1880 di Tuscumbia, sebuah kota kecil di barat laut Alabama, Amerika Serikat. Anak perempuan dari pasangan Kapten Arthur Henley Keller dan Kate Adam Keller. Sewaktu dilahirkan Helen memiliki penglihatan dan pendengaran yang normal.
Kate Keller berpostur tinggi bagai patung pirang dengan mata biru. Ia 20 tahun lebih muda dari suaminya, Kapten Keller, orang Selatan yang loyal yang dengan bangga mengabdi sebagai tentara sekutu selama perang sipil.
Rumah yang mereka tinggali sederhana, bercat putih, rumah papan yang dibangun pada tahun 1820 oleh buyut Helen. Saat Helen lahir, keluarganya jauh dari kaya, dengan Kapten Keller yang mencari nafkah sebagai pemilik perkebunan kapas dan editor mingguan sebuah Koran lokal “North Alabamian”. Ibu Helen sebaik pekerjaan yang dilakukannya di perkebunan, ia juga menyimpan uang dari membuat sendiri mentega, lemak babi, bacon, dan ham.

a. Helen Jatuh Sakit
Apapun penyakitnya, Helen, untuk beberapa hari diduga akan meninggal. Ketika akhirnya demamnya reda, keluarga Helen bergembira meyakini puteri mereka akan sehat kembali.Namun, ibu Helen memperhatikan bagaimana anak perempuannya gagal merespon ketika bel makan malam berbunyi atau ketika ia melewati tangannya di depan mata putrinya.
Dengan begitu menjadi jelas bahwa penyakit Helen telah membuatnya buta dan sekaligus tuli. Beberapa tahun yang menyusul terbukti sangat berat bagi Helen dan keluarganya. Helen menjadi anak yang sangat sulit, menghancurkan piring-piring dan lampu-lampu dan meneror seluruh anggota keluarga dengan teriakannya dan tingkahnya yang penuh amarah. Para kerabat menganggapnya sebagai monster dan berpendapat bahwa ia harus ditempatkan di sebuah institusi.
Seiring waktu, ketika Helen berusia 6 tahun, keluarganya menjadi putus asa. Setelah melihat Helen membuktikan terlalu banyak bagi mereka, Kate Keller membaca di dalam buku Charles Dickens “Catatan Amerika”, pekerjaan yang fantastis yang dilakukan bersama anak tuli dan buta yang lain, Laura Bridgman, dan melakukan perjalanan ke dokter spesialis di Baltimore untuk meminta saran. Mereka mendapat konfirmasi bahwa Helen tidak akan pernah melihat atau mendengar lagi tapi mengatakan pada mereka agar tidak menyerah, dokter yakin Helen dapat diajari dan ia menyarankan mereka untuk mengunjungi ahli setempat yang menangani masalah anak-anak tuli. Ahli ini adalah Alexander Graham Bell, penemu telepon, Bell sekarng berkonsentrasi atas apa yang ia anggap sebagai panggilan jiwanya yang sejati, mengajar anak-anak tuli.
Alexander Graham Bell menyarankan agar Keller menulis surat ke Michael Anagnos, direktur Institusi Perkins dan suaka bagi yang buta di Massachussets, dan memintanya untuk mencoba mencarikan seorang guru bagi Helen. Michael Anagnos mempertimbangkan kasus Helen dan segera merekomendasikan guru yang dahulu mengajar di institusi itu, wanita itu adalah Anne Sullivan.

b. Anne Sullivan
Anne Sullivan kehilangan sebagian besar penglihatannya ketika berusia 5 tahun. Pada Oktober 1880, sebelum Anne akhirnya pergi dan mulai memasuki pendidikannya di Institursi Perkins. Pada suatu musim panas selama waktunya di institusi, Anne mendapat 2 kali operasi pada kedua matanya, yang membuatnya mendapatkan cukup penglihatan untuk dapat membaca tulisan secara normal selama periode waktu yang singkat.
Anne lulus dari Perkins pada tahun 1886 dan mulai mencari pekerjaan. Mendapatkan pekerjaan luar biasa sukar untuk Anne, akibat dari penglihatannya yang buruk dan ketika ia mendapat tawaran dari Michael Anagnos untuk bekerja sebagai guru bagi Helen Keller, seorang yang tuli, buta dan bisu, meskipun ia tidak memiliki pengalaman di bidang ini, ia menerimanya dengan senang hati.
c. Helen Bertemu Anne
Pada 3 Maret 1887 Anne tiba di rumah di Tuscumbia dan untuk pertama kalinya bertemu Helen Keller. Anne segera mulai mengajar Helen mengeja dengan jari. Mengeja kata “boneka” untuk menandai hadiah yang dia bawa untuk Helen. Kata berikutnya yang ia ajarkan pada Helen adalah “kue”. Walaupun Helen dapat mengulangi gerakan-gerakan jari ini, ia tidak dapat sepenuhnya memahami apa artinya. Dan ketika Anne berjuang untuk mencoba membantunya untuk memahami, ia juga mencoba berjuang mengontrol kelakuan buruk Helen yang terus berlanjut.
Anne dan Helen pindah ke sebuah pondok kecil di atas tanah yang masih menjadi bagian dari rumah utama untuk memperbaiki tingkah laku Helen, dengan perhatian khusus atas sikap Helen di meja makan. Helen biasa makan dengan tangannya yang sembarangan mencomot dari piring semua orang yang ada di meja. Anne mencoba memperbaiki sikap Helen di meja makan dan membuatnya menyisir sendiri rambutnya dan mengancingkan sepatunya untuk mengarahkannya lebih dan lebih lagi mengatasi tingkahnya yang penuh amarah. Anne menghukum tingkahnya yang penuh amarah itu dengan menolak “berbicara” dengan Helen dengan tidak mengejakan kata-kata dengan tangannya.
Dalam minggu-minggu yang akan datang, bagaimanapun perilaku Helen mulai ada kemajuan dan ikatan di antara ke-2nya juga bertambah besar. Lalu, setelah sebulan Anne mengajar, apa yang oleh orang-orang pada zamannya disebut sebagai “keajaiban” terjadi. Sampai saat itu Helen belum juga memahami sepenuhnya arti kata-kata. Ketika Anne menuntunnya ke pompa air pada 5 April 1887, semua itu berubah. Sewaktu Anne memompa air ke atas tangan Helen, Anne mengeja kata air ke sebelah tangan gadis itu yang bebas. Sesuatu tentang hal ini menjelaskan arti kata-kata itu ke benak Helen, dan Anne segera melihat di wajahnya bahwa Helen akhirnya mengerti.
Helen lalu menceritakan kejadian itu:
“Kami berjalan menuruni jalanan ke rumah, ditarik oleh aroma sarang lebah yang tertutup. Seseorang menggambar air dan guruku menempatkannya di bawah tanganku sesuatu yang memancar. Sewaktu arus dingin yang memancar, di atas sebelah tanganku yang lain guruku mengeja kata air, awalnya lambat, lalu diulangi lagi. Aku masih berdiri, seluruh perhatianku terpusat pada gerakan-gerakan tangannya. Tiba-tiba aku merasa kesadaranku yang berkabut akan sesuatu yang telah terlupakan, suatu ingatan yang mendebarkan kembali, dan bagaimana misteri dari bahasa terungkap olehku.”
Helen segera meminta pada Anne nama dari pompa untuk diejakan di atas tangannya dan kemudian nama dari terali. Sepanjang jalan pulang ke rumah Helen belajar nama dari segala sesuatu yang disentuhnya dan juga menanyakan nama untuk Anne. Anne mengeja kata “Guru” ke atas tangan Helen. dalam beberapa jam berikutnya Helen belajar mengeja 30 kata-kata baru.
Kemajuan Helen sejak saat itu mencengangkan. Kemampuannya untuk belajar maju pesat melampaui dari apa yang pernah dilihat orang lain sebelumnya dalam diri seseorang yang tanpa penglihatan atau pendengaran. Tak terlalu lama sebelum akhirnya Anne mengajar Helen untuk membaca, pertama-tama dengan huruf timbul, lalu dengan Braille, dan menulis dengan mesin tik biasa dan mesin tik Braille.
2. Ringkasan Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berlinertentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pengajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon

a. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

b. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

c. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

d. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komperehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

e. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
  1. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
  2. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

f. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman .
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).

B. ANALISIS BERDASARKAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Dalam kisah Hellen Keller dalam film The Miracle Worker ini terdapat beberapa bentuk pengaplikasian teori-teori pembelajaran (behaviorisme), antara lain ialah:
  1. Ibu Hellen, Catie Keller selalu memberikan permen kepada Hellen ketika ia mengamuk, guna untuk menenangkannya. Meskipun pada akhirnya hal terseut tidak disetujui oleh Ny. Sullivan karena ibunya memberikan hadiah ketika Hellen melakukan kesalahan. (koneksionisme dan pembiasaan perilaku respon).
  2. Ny. Sulivan membiasakan Hellen menggunakan sandi tangan untuk memahami segala sesuatu yang ada di sekitarnya, bahkan mengajaknya berkeliling agar mengetahui dan memahami semuanya itu. Hingga akhirnya Hellen dapat memahami apa yang diajarkan Ny. Sullivan melalui pembiasaan-pembiasaan (pembiasaan/conditioning). Seperti mengajari Hellen mengeja kata “cake” sebelum memberinya kue dan lain sebagainya. Selain itu hal tersebut juga dilakukan secara berulang-ulang (teori pembiasaan perilaku respon).
  3. Membiasakan Hellen makan menggunakan pring sendiri, sendok dan garpu sehingga ia menjadi terbiasa melakukan hal tersebut (pembiasaan/conditioning) serta dilakukan berulang-ulang hingga Hellen mampu melakukannya (teori pembiasaan perilaku respon).
C. KESIMPULAN

Kelebihan
Teori ini banyak digunakan oleh para pendidik dalam memberikan pendidikan pada siswa yang mengalami kesusahan dalam hal memperoleh pendidikan dan pengetahuan.
Kelemahan
  1. Meskipun teori behaviorisme berhasil digunakan Ny. Sullivan dalam mengasuh dan mengajar Hellen, akan tetapi terdapat pula peran teori pembelajaran kognitivisme dalam prosesnya. Yaitu secara kognitif Hellen tidak akan mau mempelajari apa yang diajarkan Ny. Sullivan kepadanya jika ia tidak memutuskan untuk mau diajari Ny, Sullivan pada malam pertama Hellen dan Ny. Sullivan menempati rumah bekas gudang yang berada di samping rumah keluarga Keller
  2. Hellen tidak akan memahami apa yang telah diajarkan oleh Ny. Sullivan kepadanya jika ia tidak menghendaki hal tersebut
  3. Meskipun proses belajar itu dapat diamati secara langsung, akan tetapi proses belajar juga merupakan kegiatan mental yang tidak dapat diamati secara langsung. Seperti halnya kehendak atau kemauan, pengambilan keputusan dan lain sebagainya.

D. DAFTAR PUSTAKA
Mcleish, John, The Development Of Modern Behavioural Psychologi, alih bahasa Latif Zachri, Behaviorisme Sebagai Psikologi Perilaku Modern, (Bandung, Tarsito, 1986)
http://latheevsmartest.blogspot.com/2011/05/analisis-film-miracle-worker-melalui.html

KERAJAAN TURKI USMANI

KERAJAAN TURKI USMANI

PENDAHULUAN
       Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol,kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu,
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani ini adalah yang pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
Bangsa Turki mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan Islam. Peran yang paling menonjol terlihat dalam politik ketika masuk dalam barisan tentara profesional maupun dalam birokrasi pemerintahan. Begitu juga masyarakat Turki menekankan pembaharuan-pembaharuan kelompok sekuleris Republik Turki, sehingga masyarakat Turki mempunyai ciri khas ke-Islamannya. Maka di tahun belakangan ini Turki telah memperlihatkan suatu kontras yang menyolok dengan negeri-negeri Islam di Timur Tengah, baik di bidang politik luar negeri, tapi kebanyakan negeri Islam lain telah memperlakukan dunia barat dengan sikap yang berkisar dari sikap netral sambil merenggut namun penuh harap sampai kepada sikap yang terang-terangan permusuhan sehingga timbullah permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
Apakah yang menjadi politik bangsa Turki berkembang dan apakah ada perubahan-perubahan oleh bangsa Turki?. Untuk mengetahui labih jelasnya maka dalam makalah ini akan kami terangkan lebih lanjut mengenai Turki Usmani.
II. PEMBAHASAN
A. Asal Mula Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang dunia Islam, pemimpin suku Kayi Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersebut dan lari ke arah Barat. Mereka akhirnya terbagi menjadi dua kelompok yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya, yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia Kecil.
Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh Erthegrol (Arthoghol) anak Sulaiman. Akhirnya mereka menghambakan dirinya kepada Sultan Ala Ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya berpusat di , Anatholi, Asia Kecil. Ertheghol mempunyai seorang anak yang bernama Usman, kira-kira lahir tahun 1258. Nama Usmanlah ditunjuk sebagai nama kerajaan Turki Usmani.[1]
Namun dikawasan Timur, kekuatan Turki memperoleh tantangan dari dinasti Shafawiyyah, yakni dinasti lain yang muncul dari asal-usul yang tidak jelas, yang juga cikal bakal terbentuknya kabilah Turki. Terjadi perjuangan panjang guna mengendalikan wilayah-wilayah perbatasan yang terletak diantara pusat kekuasaan, yakni timur dan Irak. Bagdad ditaklukkan oleh dinasti Utsmaniyyah pada tahun 1534 M, direbut oleh Shafawiyyah pada tahun 1623 M, dan tidak dikuasai lagi oleh dinasti Utsmaniyyah hingga tahun 1638 M. Sebagian disebabkan perjuangan melawan dinasti Shafawiyyah. Dinasti Utsmaniyyah berpindah ke selatan memasuki tanah-tanah kesultanan mamluk.
B. Bentuk Pemerintahan Turki Usmani
Gelar bagi penguasa Usmani adalah Padi Syah atau Sultan, gelar tersebut menandangi kaitannya dengan tradisi kerajaan Persia, tapi ia juga ahli waris tradisi Islam, mereka mengklaim bahwa dirinya adalah pelaksana otoritas yang absah dalam term-term Islam. Dinasti Usmaniyyah terkadang menggunakan gelar khalifah, akan tetapi gelar tersebut tidak membawa klaim apapun bagi otoritas universal atau eksklusif seperti pada pendahulu mereka, adakalanya gelar seorang sultan itu lebih dari sekedar lokal dan dengan menggunakan kekuasaannya untuk tujuan yang diridhoi agama.
Dinasti Usmaniyyah mempertahankan perbatasan Islam dan mengadakan ekspansi, mereka berseteru dengan dinasti Shafawiyyah untuk memperebutkan Anatholia dan Irak. Dinasti Shafawiyyah memproklamirkan Syiah sebagai agama resmi dinasti, sedangkan dinasti Usmaniyyah menganut ajaran Sunni seiring dengan perluasan imperium yang meliputi pula pusat-pusat budaya tinggi Islam perkotaan.[2]
Sultan bukan hanya sebagai pembela perbatasan-perbatasan Islam, melainkan juga sebagai pengawal kota-kota suci, Makkah, Madinah, Yerusalem, Zebron. Seorang sultan itu memiliki gelar sebagai pelayan kota suci, ia juga memegang pemerintahan pada zaman Turki Usmani, yaitu Pat Syiah yang mengklaim dirinya sebagai pemimpin otoritas yang sah dalam term-term yang absah dalam Islam. Sistem pemerintahannya dipegang oleh pemerintah yang bertolak belakang dengan pendahulunya.

C. Birokrasi Usmaniyah Tradisional
Birokrat-birokrat dinasti Usmaniyyah yang dilatih dalam sistem istana dan bukan di madrasah atau di sekolah agama memiliki suatu pandangan lain terhadap hubungan timbal balik antara politik dan agama. Pandangan mereka dilukiskan sebagai mengutamakan rasion d’etat. Birokrat Usmaniyyah melihat pemeliharaan kesatuan negara dan kemajuan Islam sebagai tugasnya. Ini diungkapkan dalam rumusan Din U devlet (din wa daulat) atau agama dan negara. Tetapi aspek paling efektif dari kontrol pemerintahan Usmaniyyah terhadap lembaga Ulama, yaitu hirarki orang-orang berilmu atau memiliki pengetahuan keagamaan.[3]
Setelah ada birokrasi Usmaniyyah terjadi perubahan baik di dalam negeri kebanyakan diantara mereka telah menjalani suatu reaksi keagamaan dan politis yang garis besarnya sejajar sama-sama menuju masa depan yang belum pasti, tetapi ini berlaku di Mesir dan Nahas Via Faruq ke Najib, di Suriah, di Iran. Bahwa kita melihat kemerosotan dan keruntuhan pemerintahan parlementer dan pertumbuhan diktator. Tetapi toh hal tersebut terjadi dimana-mana. Turki telah menjadi dewan Eropa dan sesudah itu anggota Pakta Atlantik yang menjadikan semangat Turki lebih besar dari negara-negara lain.
Adapun kebijakan luar negeri Turki telah berjalan sejajar dengan negara-negara lain, karena perkembangan di dalam negeri yang serupa. Suatu gerak Westernisasi yang sukses dan kontinyu, suatu pertumbuhan dan perbaikan pemerintahan berparlemen.[4]
Pada puncak sistem kendali imperium yang luas ini bertahta seorang penguasa keluarga kerajaan “keluarga Usman”. Otoritas kekuasaan terletak pada keluarga dan bukan pada anggota yang ditunjuk, tidak ada hukum baku yang mengatur pergantian kekuasaan, yang ada hanyalah tradisi suksesi damai dan pemerintahan yang panjang hingga awal abad ke-17 M. Penguasa selalu digantikan oleh salah seorang putranya, akan tetapi setelah itu yang lazim berlaku adalah manakah keluarga tertua, sang penguasa hidup di tengah-tengah keluarga besar di dalamnya termasuk para Harem berikut pengawalnya, pelayan pribadi, tukang kebun, dan penjaga istana.
Kedudukan dibawah penguasa ditempati oleh Sadr-i azam (pejabat tinggi) atau dalam bahas Inggris lazim Grand Vizier (Menteri Besar). Setelah periode pertama dinasti Usmaniyyah, Sadr-i azam tadi dianggap memiliki kekuasaan mutlak yang berada langsung dibawah sang penguasa, ia dibantu oleh sejumlah wazir lain yang mengendalikan militer dan pemerintah provinsi serta pelayanan sipil. Sebagian besar militer Usman merupakan kekuatan kafaleri yang direkrut dari orang-orang Turki dan penduduk lain dari Anatholia dan pedesaan Balkan, kafaleri dibantu oleh sejumlah prajurit dan diberi hak pengumpulan dan penyimpan pajak atas lahan pertanian sebagai imbalan atas pelayanan yang mereka berikan. Sistem ini dikenal dengan sistem Timar.
Pada abad ke-16 M, mulai berkembang birokrasi yang rumit (kalemiye), yakni birokrasi yang terdiri dari dua kelompok besar, yaitu :
1. Sekretaris yang mempersiapkan secara seksama dokumen-dokumen pemerintah, peraturan dan tanggapan terhadap petisi.
2. petugas yang menjaga keuangan, penilaian terhadap aset yang terkena pajak serta catatan mengenai berapa besar jumlah pajak yang terkumpul.[5]
Pada paruh pertama abad ke-17 M, terdapat periode ketika kekuasaan pemerintah melemah, ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi, salah satunya adalah inflasi, dan hal ini diikuti oleh kebangkitan kembali kekuatan pemerintahan tetapi dalam format yang berbeda, yakni menteri besar menjadi lebih kuat, jalur promosi menjadi lebih banyak lewat keluarga istana menteri besar dan para pejabat tinggi lainnya daripada lewat keluarga istana penguasa. Imperium cenderung berubah menjadi Oligarkhi. pejabat yang kuat dan mereka ini terikat oleh sentimen Asykhabiyah, karena tumbuh dalam rumah tangga yang sama, pendidikan yang sama dan tidak jarang oleh kekerabatan dan perkawinan. Jadi, setelah pada paruh pertama abad ke-17 M, organisasi dan pola aktivitas pemerintahan sudah mencerminkan ideal kerajaan Persia (menurut Nizham al-Muluk -penulis tema sejenis-), maksudnya para penguasa harus menjaga jarak dengan lapisan masyarakat yang berbeda agar dapat mengatur aktifitas masyarakat dan memelihara harmonis segenap lapisan.[6]
D. Revolusi Turki
Turki Muda yang juga merupakan lawan-lawan sejati Sultan, menyadari bahwa mereka tidak dapat menyingkirkan Islam selama warga muslim dinasti etnis yang terdiri dari Multi Etnis tetap bertahan. Karena upayanya dinasti itulah yang menyebabkan Ataturk mampu melaksanakan pembaharuan-pembaharuannya sendiri. Tetapi menurut dia mengutamakan devlet atau negara yaitu negara modern.
Adapun tindakan-tindakan Ataturk sering disebut-sebut adalah penghapusan kekhalifahan, pemakaian undang-undang sipil Swiss, penggunaan abjad latin, pembatalan Islam sebagai agama negara dan pemalsuan prinsip sekulerisme dalam konstitusi Turki. Tetapi kecuali personalia Masjid dan direktorat jenderal urusan keagamaan yang masih dipersiapkan.
Dengan lenyapnya ilmu dan membangkitkan tarekat dihapuskan, Partai Rakyat Republik (The Republican People’s Party / RPP) menghancurkan dua kekuatan keagamaan Turki. Kemudian suatu sistem Multi partai mendapat lampu hijau sejak tahun 1946, dan RPP sadar bahwa dalam pemilihan umum mendatang ia harus bersaing dengan Partai Demokrat (The Democrat Party / DP).[7]
Di dalam pemilu yang bebas dan jujur di bulan Mei 1950. Sesudah kemenangan Partai Demokrat terdapat suatu periode penuh bahaya, yaitu ketika pertengkaran dan intoleransi yang bertambah-tambah besar kedua partai tersebut mengancam berfungsinya organisasi-organisasi yang menghasut, yang menyebarkan ide-ide rasional dan klerikal merupakan ancaman pula bagi eksistensi Republik Turki sendiri.[8]
Tetapi setelah kampanye pemilihan umum tahun 1957, Partai Demokrat dan sekte Nur mempererat suatu persekutuan yang sejak waktu itu menjadi sangat sementara sifatnya.
Kemudian Partai Demokrat diganti menjadi Partai Keadilan mengembalikan sikap santai terhadap Islamnya yang telah muncul pada akhir Perang Dunia II. Sehingga persatuan antara partai Demokrat dan kepentingan-kepentingan keagamaan telah menjadi suatu persekutuan kelompok Sunni. Kecenderungan ini bersamaan dengan toleransi yang diperbaharui pada tahun 1960-an, terbentuknya partai politik Awaliyah 1966 yaitu Partai Persatuan. Dan partai ini tidak berhasil dalam pemungutan suara. Tetapi daya upaya untuk pembentukannya dialihkan untuk mendukung kelompok-kelompok minoritas lain, diantaranya kelompok sayap kiri Turki. Sebaliknya golongan Marxis Turki berusaha tanpa kenal malu untuk memanfaatkan beberapa tema Awaliyah sebagai tema pemberontakan dan revolusi.[9]
Menurut De Toc Queville pada revolusi Perancis ketika gelombang pasang revolusi telah surut kembali dan banjir mereda, maka tonggak-tonggak serupa dan tradisional muncul kembali dan arus sejarah kembali menelusuri arus semula.[10]
E. Kehancuran Imperium Usmani dan Modernisasi Turki
Kehancuran imperium Usmani merupakan transisi yang lebih komplek dari masyarakat Islam imperial abad 18. Menjadi negara-negara nasional modern, rezim Usmani menguasai wilayah yang sangat luas, meliputi Balkan, Turki, Timur Tengah, Mesir dan Afrika Utara, dan pada abad ke-19, secara substansial Usmani memperbaiki kekuasaan pemerintah pusat, mengkonsolidasikan kekuasaannya atas beberapa propinsi dan melancarkan reformasi ekonomi, sosial, dan kultural yang dengan kebijakan tersebut mereka berharap dapat menjadikan rezim Usmani mampu bertahan di dunia modern.
Meskipun Usmani telah berjuang mempertahankan reformasi negara dan masyarakat, namun perlahan-lahan imperium Usmani kehilangan wilayah kekuasaannya. Beberapa kekuatan Eropa yang terlebih dahulu mengkonsolidasikan militer, ekonomi dan kemajuan teknologi mereka sehingga pada abad ke-19 bangsa Eropa jauh lebih kuat dibandingkan rezim Usmani.
Untuk dapat bertahan, rezim Usmani bergantung pada keseimbangan kekuatan-kekuatan Eropa. Hingga tahun 1878 kekuatan Inggris dan Rusia berimbang dan hal ini menyelamatkan rezim Usmani dari mereka, namun pada tahun 1878 sampai 1914, sebagian besar wilayah Balkan menjadi merdeka dan Rusia, Inggris, dan Austria Hungaria semua merebut sejumlah wilayah Usmani hingga ia menjadi imperium yang tidak beranggota, memuncak pada akhir Perang Dunia I lantaran terbentuknya sejumlah negara baru di Turki dan di Timur Tengah Arab.[11]
III. KESIMPULAN
Bahwa kalau kita melihat rakyat Turki pada masa dahulu itu, perkembangan politiknya cukup bagus, karena sebelum Ataturk berkuasa Turki masih menggunakan hukum-hukum Islam dan sistem pemerintahannya menggunakan syari’at Islam. Setelah Ataturk berkuasa, maka sistem yang berbau agama dihilangkan menjadi republik Turki dan dunia perpolitikan semakin berkembang yang dahulunya pada tahun 1950-an pemilu diikuti dua partai, yaitu Partai Republik dan Partai Demokrat dan dimenangkan oleh Partai Demokrat.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Logos, , 1997.
Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, Mizan, , 2004.
Harun Nasution, Perkembangan Modern dalam Islam, Yayasan Obor , , 1985.
Gustave E. Von G., Islam Kesatuan dalam Beragama, Yayasan Obor dan LSI, .
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.