Kamis, 07 Maret 2013

Ma'rifat Kepada Allah

Ma'rifat Kepada Allah.
Ma'rifat kepada Allah atau mengenal Allah tentang dzat dan sifat-sifat-Nya adalah menjadi kewajiban tiap mslimin dan muslimat dimana pun mereka berada.
Sebab dengan ma'rifat kepada Allah itu akan bersemilah iman yang ada dalam dada sedangkan iman kepada Allah itu menjadi sendi keyakinan dan kepercayaan yang terpokok dalam Islam. Karenanya sungguh beruntung orang yang beriman kepada Allah itu.
Bilamana seseorang telah tertanam dalam dadanya iman kepada Allah, meyakinkan tentang adanya Allah, meyakinkan bahwa Allah dzat Yang Maha sempurna dalam segala-galanya dan dijauhkan dari segala sifat kekurangan, niscaya akan bersemi pula beriman kepada alam gaib yakni malaikat, jin, ruh dan sebagainya.
Dan iman kepada Allah itu akan menumbuhkan pula iman kepada kitab-kitab Allah yakni kitab suci yang diturunkan kepada para Rasul. Dan tumbuh pula kepercayaan dan iman kepada para Rasul sebagai utusan Allah.
Yang demikian akan menumbuhkan pula iman kepada adanya alam akhirat, hari kebangkitan manusia di alam akhirat atau hari Ba'ats, iman pula akan adanya hisap atau perhitungan amal manusia, pahala, siksa, surga dan neraka. Dan akan beriman pula tentang adanya takdir Tuhan SWT. Begitulah buahnya ma'rifat kepada Allah yang betul-betul bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia di dunia ini, sebagai hamba Allah
Awwalu waajibin 'alal insaanii- Ma'rifatul ilaahi bistiqaanii.
Yang artinya:
Permulaan yang wajib bagi manusia- Mengenal Tuhan (Allah) dengan penuh keyakinan.”
Jalannya ma'rifat kepada Allah itu ada dua:
1. Dengan jalan menggunakan akal untuk memikir-mikir keindahah ciptaan Allah.
2. Dengan jalan mengenal nama Allah dan sifat-sifat-Nya.
Kedua jalan itu harus kita tempuh kedua-duanya agar iman yang ada dalam dada bertambah kuat dan tebal, menghujam dalam kalbu.
1. MA'RIFAT DENGAN JALAN MENGGUNAKAN AKAL.
Anugerah Allah yang diberikan kepada manusia yang tak ternilai harganya ialah berupa akal. Dengan akal fikiran manusia dapat mencapai kemajuan sehingga dewasa ini manusia dengan akal dapat menginjakkan kakinya ke bulan, dapat melayang-layang di udara berjam-jam lamanya. Itulah kaluau akal fikiran manusia digunakan dengan sebaik-baiknya.
Dengan menggunakan akal itu pula manusia dapat mencapai kesempurnaan hidup melabihi dari makhluk-makhluk yang lain. Dapat mendirikan gedung yang indah, mendirikan pabrik yang beraneka ragam, mendapatkan hasil tanaman dan lain sebagainya yang bermanfaat bagi hidup, yang semuanya itu tercapai berkat dari ketekunan manusia menggunakan akalnya.
Maka dalam ma'rifat kepada Allah perlu pula manusia menggunakan akal, ialah dengan jalan memikir-mikir keindahan ciptaan allah.
Bagaimana Allah menciptakan matahari benda raksasa yang membara dapat bergerak di angkasa. Memikir-mikir terjadinya binatang yang beraneka warna, ada yang buas seperti harimau ada yang bergading dan berbelalai panjang ialah gajah, memikir-mikir pula tentang keadaan ikan yang bermacam-macam bentuk dan warnanya, indah sekali, semuanya itu bukan manusia yang menciptakan dan membuatnya melainkan Allah SWT.
AYAT-AYAT DAN HADIS NABI YANG MEMRINTAHKAN MANUSIA MENGGUNAKAN AKALNYA.
Banyak ayat-ayat al Qur'an dan Hadits Nabi SAW yang memerintahkan agar manusia menggunakan akalnya. Memikir-mikir tentang hal keduniaan dan keakhiratan. Diantaranya ialah ayat:
Yang artinya: Yang demikian itu Allah menerangkan ayat-ayatnya agar kamu memikir-mikir, hal keadaan dunia dan akhirat.” (Al Baqarah: 219-220).
Di ayat lain disebutkan pula:
Artinya: “Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi, karena tidak berguna tanda-tanda kekuasaan Allah dan peringatan-peringatan bagi kaum yang tidak beriman.” (Yunus: 101).
Disebutkan pula:
Artinya: “Perhatikanlah buahnya ketika pohon itu berbuah. Dan sesungguhnya di dalam yang demikian itu ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman.” (al an'aam: 99).
Yang dimaksud perhatikanlah dalam ayat di atas ialah fikirkanlah.
Adapun maksud ayat tersebut: Cobalah perhatikan dengan hati yang jernih, bagaimana sebuah pohon dapat berbuah, semua buah itu kecil dan akhirnya besar dan masak. Keadaan buah itu brbeda rasanya dan warnanya ketika masuh kecil dan ketika telah masak. Bukan manusia yang membuatnya demikian, melainkan allah pencipta semesta alam. Yang demikian menjadi bukti kekuasaan Allah SWT Yang Tak Terbatas.
Cobalah perhatikan bumi, bulan bintang dan matahari berjalan dengan :nidham” peraturan alam dengan tata tertib yang rapi, semuanya berjalan dan beredar di tempatnya sendiri-sendir dengan aman. Tidak berbenturan satu dengan yang lain, sehingga terjadi pergantian siang dan malam yang teratur, yang demikian menjadu bukti yang menunjukkan adanya kekuatan ghaib di luar yang ada ini maha dasyat, yang menggerakkan alam ini dengan teratur dan berhikmat, termasuk bumi dan manusia yang mendiaminya, terapung-apung di angkasa nan luas dengan aman.
Sedangkan kekuatan Ghaib yang maha dahsyat yang menggerakkan alam ini menurut ajaran Islam ialah datangnya dari allah Yang Maha Agung Yang Maha Sempurna dalam segala-galanyanya serba berhikmat itu.
Jadi Allahlah yang menciptakan dunia dengan segala isinya ini, sebab Dialah Yang Maha Kuasa, Maha Sempurna, Maha Bijak Sana, Maha Perkasa, yang menciptakan dunia sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya.
Kalau sekiranya perjalanan alam yang seba teratur atas kehendak manusia, tentulah tidak sehebat itu. Sebab manusia adalah makhluk yang lemah. Terbukti kendaraan yang dikemudikan menurut kehendak manusia bisa rusak berantakan. Kita dengar disana-sini ada juga kadang-kadang kapal udara jatuh, kapal karam di tengah laut, mobil bertabrakan dengan mobil atau dengan sepeda motor dan sebagainya. Semuanya itu menunjukkan kekurangan dan kelemahan mnusia.
Padahal kenyataannya keadaan alam serba teratur, tidak tabrakan satu dengan yang lain. Bumi, bulan, bintang berjalan ditempatnya masing-masing tentu Allahlah yang mengaturnya. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa adanya ini menunjukkan adanya Allh, Tuhan semesta alam.
Disebutkan dalam Al Qur'an:
Yang artinya: “Katakanlah: siapakah Tuhan langit dan bumi, jawablah: Allah. Katakanlah: apakah kamu menjadikan pelindung-pelindung selain Allah sedangkan mereka tidak menguasai kemanfaatan dan kemadlaratan terhadap diri mereka sendiri. Katakanlah apakah sama orang buta dan orang yang dapat melihat apakah sama gelap dengan terang. Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah dapat menciptakan seperti ciptaan seperti ciptaan-Nya. Sehingga kedua ciptaan itu serupa bagi mereka. Katakanlah Allahlah yang menciptakan segala sesuatu, dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (ar Ra'd: 16).
Disebutkan di lain ayat:
Yang artinya: “Sesungguhnya didalam terjadinya langit dan bumi dan pergantian malam dan siang sungguh menjadi bukti kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Ialah orang-orang yang ingat kepada allah di waktu berdiri, duduk, dan berbaring, dan mereka memikir-mikir tentang terjadinya langit dan bumi, kemudian mereka berkata wahai Tuhan kami engkau tidak menjadikan ini hampa sis-sia, Maha Suci Engkau maka jagalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imraan: 190-191).
Adapun Hadits yang memerintahkan agar kita manusia menggunakan akalnya di antaranya ialah sabda Rasulullah SAW:
Yang artinya: “Berfikirlah kamu tentang segala sesuatu dan janganlah kamu berfikir tentang dzat Allah.” (H.R. Abusy Syaikh dari Ibnu abbas).
LAPANGAN PEMIKIRAN.
Akal manusia itu terbatas. Oleh karena itu lapangan pemikiran ada batasnya. Manusia tidak dapat memikirkan sesuatu diluar batas kemampuannya, terutama hal-hal yang gaib, misalnya memikirkan hakekat wujud roh manusia, kapan datangnya hari kiamat, malaikat, jin, dzat Allah dan sebagainya. Sebab ilmu manusia ada batasnya.
Dalam Al Qur'an disebutkan:
Yang artinya: “Dan mereka bertanya kepada engkau tentang roh, jawablah soal roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi ilmu kecuali sedikit.” (Al Israa': 85).
Tegasnya karena ilmu manusia hanya sedikit bila dibandingkan dengan ilmu Allah, maka tidak dapat mengetahui hajejat wujud roh manusia, karena soal roh termasuk urusan Allah, hanya Allah sendiri yang Maha Mengetahui, sebab Allahlah yang menciptakan roh manusia itu.
Dalam Al Qur'an disebutkan pula:
Yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu bilakah datangnya kiamat itu, katakanlah sesungguhnya pengertian tentang itu di tangan Tuhanku, tidak ada orang yang dapat menerangkan waktunya kecuali Ia sendiri.” (Al A'rarf: 187).
Seandainya ada orang yang meramalkan hari kiamat menurut hari ketentuan ia sendiri, adalah sebenarnya suatu ramalan yang kosong, tidak ada Nashnya dalam Al Qur'an maupun Hadits Nabi SAW. Jadi biar ramalan itu untuk beliau sendiri saja, dan kita tidak perlu terpengaruh olehnya.
Dalam Hadits Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjawab pertanyaan malaikat Jibril tentang kapan datangnya hari kiamat, jawab beliau:
Artinya: “Tidaklah yang ditanya tentang hari kiamat itu lebih mengetahui daripada orang yang bertanya (sama-sama tidak mengetahui). (H.R. Muslim).
Begitu juga manusia tidak dapat mengetahui hakekat wujud dzat allah SWT, sebab yang demikian di luar batas kemampuan manusia.
Rasulullah SAW bersabda:
Yang artinya: “Berfikirlah tentang segala sesuatu dan janganlah kamu memikirkan tentang dzat Allah.” (H.R. Abusy Ayaikh).
Dalam Al Qur'an disebutkan:
Yang artinya: “Dia (Allah) tidak dapat dicapai dengan pengelihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Al An'aam: 103).
Tegasnya ilmu manusia ada batasnya, tidak dapat menjangkau hal-hal yang ghaib apalagi tentang dzat Allah SWT.
2. MA'RIFAT DENGAN JALAN MENGENAL NAMA ALLAH DAN SIFAT-SIFATNYA.
Untuk dapat mengenal atau berma'rifat kepada Allah SWT juga dicapai dengan jalan mengenal nama Allah dan sifat-sifatNya.
Jadi di samping kita berusaha dengan memikir-mikir keadaan alam ciptaan Tuhan dengan isinya untuk dapat meyakini tentang kebesaran, keagungan dan mengetahui nama Allah, maka di samping itu pula kita berusaha pula mengetahui nama Allah dan sifat-sifatNya. Dengan demikian insya Allah akan tertanam iman yang kuat dalam dada, sehingga kepercayaan dan iman kita kepada Allah bukan hanya ikut-ikutan melainkan betul-betul timbul dari kesadaran dan keinsyafan.
Allah Tuhan semesta alam mempunyai nama-nama yang terbaik sesuai dengan sifat-sifat Allah yang Maha Sempurna yang disebut dengan Al Asmaaul Husnaa.
Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur”an:
Yang artinya: “Katakanlah berdoa'alah kamu kepada Allah atau Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu berseru bolehlah karena Dia mempunyai nama-nama yang baik., (Al Asmaaul Husnaa).” (Al Israa': 110).
Maksud ayat diatas menjelaskan bahwa sebagaimana dari kaum musyrikin berkata: mengapa Muhammad melarang kita menyekutukan Tuhan padahal ia memanggil Allah, Ar Rahman dan lain-lainnya. Mereka tidak mengetahui bahwa Allah, Ar Rahman Ar Rahim dan lain-lainnya itu adalah nama-nama yang baik bagi Allah.
Ibnu Jarir dan Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya Beliau berkata:
Yang artinya: “Rasulullah SAW pada suatu hari shalat di Makkah, kemudian berdo'a kepada Allah ta'ala, kemudian mengucapkan dalam do'anya itu: YA ALLAH-YA RAHMAN. Maka berkatalah orang-orang musyrik, coba perhatikanlah nabi” ini (Rasulullah SAW) melarang kita menyeru dua Tuhan padahal ia menyeru dua Tuhan pula kemudian turunlah ayat diatas. (Qulid'ullaaha awaid'ur rahmaan. (Lihat Al Magrahi IV: 107).
Jadi kita berdo'a dengan menyebut Ya Allah atau Ya Rahman ataupun lainnya sama saja, sebab Allah memiliki nama-nama yang terbaik (Al Asmaaul Husnaa). Boleh menyeru dengan salah satu dari Asmaaul husnaa itu, sebab tiada lain yang diseru dan dituju adalah Allah Tuhan Yang Maha Esa. Nama-nama yang menunjukkan sifat-sifat Allah Yang Maha Agung dan Maha Kuasa itulah yang disebut Al Asmaaul Husnaa.

SUMBER:
Judul: Al Asmaa'ul Husnaa
Pengarang: Ustadz Dja'far Amir
Penerbit: Ramadhani
Solo, Cetakan keenam, februari 1994

Rabu, 06 Maret 2013

PEDOMAN PUASA


PEDOMAN PUASA

A. TA'RIF SHIYAM
Ash Shiyam= Puasa, pada lughah, ialah: “menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu.”
Kalam Allah SWT:
Artinya: Sesungguhnya aku bernadzar shaum karena Allah.” (Maryam 19: 26)
Yakni: saya bernadzar menahan diri dari berbicara. Hal in yang demikian disyari'atkan dalam agama Bani Israil:
Menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, mulai dari fajar himgga maghrib, karena menghadap akan Allah dan buat menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya, dengan jalan memperhatikan Allah dan mendidik kehendak.”1
Menahan diri dari makan, minum, jima' dan lain-lain yang telah diperintahkan kita menahan diri daripadanya sepanjang hari menurut cara yang disyari'atkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang merangsang, perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan akan waktu yang telah ditentukan.”2
Maka kesimpulannya, puasa itu ialah”mengekang diri dari syahwat dan menceraikannya diri dari segala kebiasaan untuk mengimbangi kekuatan syahwat, supaya bersedialah dia menerima dia buat mencapai kebahagiaan dan kenik'matan agar dapatlah dia menerima segala yang menyuburkan kehidupan yang abadi dan menekan keganasan hawa nafsu, serta membangkitkn kenangan kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang hidup kelaparan dan menahan anggota tubuh agar jangan jatuh ke dalam hukum-hukum tabi'at yang memelaratkan diri di dunia dan akhirat.
B. WAKTU BERPUASA
Diperintahkan berpuasa dalam bulan Ramadlan, adalah sejak dari terbit benang putih (fajar shadiq), hingga terbenam matahari.
Tegasnya, waktu puasa itu, ialah: sejak dari terbit benang putih, hingga terbenam matahari.
Kalam Allah SWT:
Artinya: Dan makan serta minumlah kamu sehingga nyata tampak bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar kemudian sempurnakanlah puasamu hingga malam hari.” (Al Baqarah 2: 184).
Yang dimaksud dengan benang putih, ialah kedua (fajar shadiq).
Penetapan ini- yakni memulai dari terbit fajar shadiq itulah Mahzhab Jumhur Ulama dari Shahabat dan Tabiin, Ulama Empat diriwayatkan dari Ulama dan Ibnu Abbas dan ahli-ahli ilmu yang lain.
Diriwayatkan dari Ali, bahwasanya beliau manakala telah shalat fajar, berkata: “Sekarang kita mulai puasa, diketika telah nyata benang putih dari benang hitam.”
Berkata Ibnu Mundzir:
Di antara ulama ada yang menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan fajar, ialah terbitnya matahari.”3
Kata Masruq: “Para Shahabat tidak memandang fajar, fajarmu in, yang mereka pandang fajar, ialah yang memenuhi rumah-rumah dan jalan-jalan.” Demikian pula pendapat Al 'Amasy.”4
Kata Ibn Abdil Barr: “Benang putih itu ialah Shubuh waktu terbit fajar shadiq.”
Jumhur ulama mengatakan bahwa pendapat Al “Amasy, pendapat yang Syaz (menyalahi pendapat orang ramai).
C. UKURAN PUASA DI KUTUB DAN DI NEGERI YANG PANJANG MALAM, PENDEK SIANG, DAN SEBALIKNYA
Para Fuqaha telah menerangkan tentang ukuran waktu (batas jangka) puasa dan shalat pada negeri-negeri yang pendek siangnya, panjang malamnya. Demikian pula di kutub-kutub yang terus menerus malam sampai setengah tahun. Di kutub Utara mkam, sementara terus menerus siang di Kutub Selatan.
Ada yang mengatakan: “Diukur menurut negeri yang sederhana siangnya dan disana pula turun wahyua, yaitu Makkah dan Madinah.”
Ada yang mengatakan: “Menurut negeri yang sedehana paling dekat kepada mereka.”
Kami berpendapat: Salah satu dari dua pendapat ini boleh diambil mana yang mudah bagi mereka. Kedua-dua pendapat itu hasil ijtihad; sedang taisir (mengambil mana yang lebih mudah) suatu prinsip yang ditetapkan Syara' mengingat kalam Allah SWT:
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran.” (Al Baqarah 2: 185).
D. SYARAT-SYARAT YANG HARUS DIPENUHI UNTUK SAHNYA PUASA
Disyaratkan untuk sahnya puasa Ramadhan, syarat-syarat yang empat ini:
1. Islam sepanjang hari
Apabila seseorang kafir, baik asli atay kafir murtad berniat puasa, tidaklah sah puasanya. Apabila seorang muslim yang sedang berpuasa menjadi murtad karena mencela agamanya Islam atau mengingkari sesuatu hukum Islam yang diijma'i oleh umat dan hukum itu diketahuinya dengan mudah, bahwa hukum itu salah satu dari ketetapan agama, atau dia mengerjakan sesuatu yang merupakan penghinaan bagi Al Qur'an, atau memaki seorang Nabi, niscaya keluarlah ia dari Islam dan batallah puasanya.
Puasa itu suatu ibadah Islamiyah, maka tidak sah dilakukan oleh orang yang bukan Islam.
2. Suci dari Haidl, nifas dan wiladah
Wanita yang sedang berhaidl, sedang bernifas dan sedang bersalin (wiladah), padahal ia sedang puasa, maka batallah puaanya, seketika itu juga, baik darah yang keluar itu banyak, atau sedikit, baik anak lahir itu sempurna, ataupun yang dilahirkan itu segumpal darah atau daging.
3. Tam-yiz
Tam-yiz yaitu dapat membedakan antara yang baik dan yang tidak baik.
Orang gila bila berniat berpuasa, tidaklah sah puasanya; karena puasa itu suatu ibadat. Orang gila dipandang tidak cakap untuk beribadat.
Apabila seseorang yang sedang berpuasa, ditimpa gila di tengah-tengah hari, walupun sebentar, batallah puasanya.
Orang yang pingsan dan orang yang mabuk, batal puasanya jika pingsan atau mabuk itu sepanjang hari. Jika pingsan atau mabuk itu tidak sepanjang hari, maka dipandang sah puasanya.
Dimaksudkan dengan tam-yiz di sini, ialah tamy-yiz dalam pandangan hukum. Karena sah puasa orang tidur sepanjang hari, lantaran mumaiyiz, ia sadar kalu ia bangun.
4. Berpuasa pada waktunya
Yakni berpuasa di waktu yang dapat dipergunakan untuk berpuasa. Karenanya tidak sah puasa jika dikerjakan di waktu-waktu yang tidak dibenarkan berpuasa, seperti hari raya 'idil fitri, 'idil adha dan hari-hari tasyrig.
Sebagaimana syarat-syarat ini disyaratkan untuk sah puasa Ramadlan, disyaratkan pula untuk sah puasa-puasa lain, baik fardlu, maupun puasa qadla, nadzar, ataupun puasa sunnat, seperti puasa “Arafah, 'Asyura dan lain-lain.5
Sumber:
Pedoman puasa
oleh: Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy
Cetakan kesepuluh, Pt bulan bintang, jakarta, 1986

1Tafsir Almanar II: 157
2Sulubussalam II: 206
3Al Manmu' VI: 305
4Tafsir Ibn Jabir
5Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1986, Pedoman Puasa, cetakan kesepuluh, jakarta: PT. Bulan Bintang. Hlm. 90-91.



MAKNA PUASA MENURUT SYARA'

MAKNA PUASA MENURUT SYARA'
Puasa diwajibkan dan sangat dianjurkan, baik dalam Al-Qur'an maupun Sunnah Nabi SAW.
Puasa artinya menahan dan mencegah diri dari hal-hal yang mubah, yaitu berupa makan dan berhubungan suami-istri, dalam rangka taqarub illahi ta'ala (mendekatkan diri pada Allah Ta'ala)
Jadi, pengertian [puasa secara syar'i adalah menahan dan mencegah kemaluan dari makan, minum bersetubuh dengan istri, dan yang semisalnya sehari penuh, dari terbitnya fajar siddiq (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu magrib), dengan niat tunduk dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalil yang menguatkan bahwa puasa syar'i untuk menahan diri dari dua syahwat, yaitu keinginan makan minum dan yang sejenisnya, dan keinginan kepada lawan jenis, adalah kalam Allah:
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari di bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagi kamu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan hawa nafsumu, karena Allah mengampuni dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (al-Baqarah: 187).
Ayat di atas menerangkan tentang hakekat yang diperintahkan pada ayat-ayat sebelumnya, begitu juga perihal waktu pelaksanaannya.
Di samping itu ayat ini membolehkan menjalin hubungan suami-istri di malam hari Ramadhan. Ini didasarkan pada lafadz yang artinya
Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka...”
Sebagaimana juga membolehkan makan dan minum sepanjang malam hingga terbit fajar, kemudian memerintahkan menyempurnakan puasa hingga malam, yanitu hingga terbenamnya matahari.
Keterangan di atas diperkuat oleh hadis Qudsi yang shahih bahwa Allah 'Azza wa Jalla Berkalam:
Artinya: “Tiap-tiap amal bani Adam adalah baginya, kecuali puasa. Sebab ia (puasa) untuk-Ku dan Aku yang akan memberi pahalanya, dia (bani Adam) tidak akan makan dan tidak berhubungan dengan istrinya karena (mematuhi perintah)-Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain dikatakan:
Artinya: “Dia meninggalkan makanan karena (mematuhi perintah)-Ku, meninggalkan minumnya karena (mematuhi perintah)-Ku, mengekang syahwatnya karena (mematuhi perintah)-Ku, dan meninggalkan istrinya(juga) karena (mematuhi perintah)-Ku.” (HR. Ibn Khuzaimah dalam kitab shahihnya).
Dari sinilah jelas sekali bahwa makna puasa sudah terkenal di kalangan bangsa Arab sebelum Islam. Banyak hadits shahih yang menerangkan bahwa mereka sudah biasa melaksanakan puasa “Asyura pada zaman jahiliyah sebagai perwujudan dari rasa ta'zim kepada-Nya. Oleh karena itu, mereka diperintahkan oleh Nabi SAW. Untuk mengerjakan puasa “asyura, kemudian diperintahkan berpuasa Ramadhan sebagimana ditegaskan Allah SWT. Dalam Al-Qur'an:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa (ramadhan).” (Al-Baqarah: 183).
Mereka paham betul akan makna yang terkandung dalam puasa tersebut, sehingga mereka segera melaksanakannya>
Tatkala beberapa orang Arab Badui bertanya kepada Nabi SAW tentang Islam, maka beliau mengatakan kepada mereka: Mengerjakan shalat lima waktu dan puasa Ramadhan. Mereka tidak bertanya kepada Nabi SAW. Perihal makna puasa, karena makna puasa sudah mereka pahami. Akan tetapi mereka bertanya, apakah kami mengemban kewajiban lain.
Inilah puasa Islami, satu-satunya Shiam dari sekian banyak Shiam yang dikenal manusia. Menginggat sebagai penganut agama-agama yang lain, mereka berpuasa (menahan diri) dari tiap-tiap sesuatu yang mempunyai ruh (nyawa); mereka menyantap makanan (termasuk minuman) yang lezat-lezat seperti mereka berpuasa dari nafsu seksual.
Sebagaimana yang lain berpuasa terus-menerus, sehingga jiwa dan raganya merasa berat, dan hal ini tidak bisa dilakukan, kecuali oleh orang-orang tertentu saja.
Adapun puasa yang diwajibkan dalam Islam adalah bisa ditunaikan oleh seluruh manusia.
MACAM-MACAM UDZUR DALAM PUASA BESERTA HUKUM-HUKUMNYA
Ada bermacam-macam udzur dalam puasa dan hukum-hukumnya yaitu:
Pertama, udzur yang mewajibkan seseorang harus berbuka dan haram berpuasa. Andaikata ia berpuasa, maka puasanya tidak sah dan harus mengqadhanya. Ini didasarkan pada Ijma' ulama, yaitu udzur yang berkaitan dengan kaum perempuan, yakni haid dan nifas.
Kedua, udzur yang membolehkan seseorang untuk berbuka, bahkan dalam keadaan tertentu wajib berbuka, Tetapi ia tetapwajib mengqadha, yaitu udzur sakit dan safar seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an (Al-Baqarah: 185).
Ketiga, udzur yang membolehkan seseorang untuk berbuka, bahkan terkadang diwajibkan berbuka dan tidak boleh mengqadha. Menurut jumhur ulama, ia hanya diwajibkan memberi makan orang-orang yang miskin, Yaitu udzur syaikh kabir (udzur tua renta sehingga tidak mampu lagi berpuasa), begitu juga orang yang terserang penyakit menahun, sehingga tidak bisa diharapkan kesembuhannya.
Keempat, udzur yang masih diperselisihkan ulama apakah yang mendapat udzur ini disamakn dengan orang yang sakit atau dengan syaikh kabir ataukah punya hukum khusus? Yaitu udzur orang yang hamil dan menyusui.
Kelima, udzurnya orang yang terlalu lelah untuk berpuasa lantaran berkerja berat, misalnya pekerja tambang dan semisalnya.

Sumber:
Judul Asli: Fiqhush-Shiam
Penulis: DR. Yusuf Qardhawi
Penerbit: Darush-Shahwab, Darul Wafa'
Judul Terjemah: Fiqih Puasa
Penerjemah: Ma'ruf Muhammad
Penerbit: Era Intermedia, karang asem, Solo
Edisi kedua, cetakan pertama, rajab 1419 H.- Nopember 1998 M.


Senin, 04 Maret 2013

Makrifat Tentang Asma-ul Husna

Makrifat Tentang Asma-ul Husna
Sesungguhnya pengetahuan tentang Allah serta nama-nama dan sifat-sifat -Nya adalah semulia-mulianya ilmu. Dia adalah ilmu yang diwajibkan karena dzatnya, dan yang menjadi tujuan karena dzatnya, kalam allah
Artinya: “Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (Ath-Thalaaq: 12).
Dalam ayat ini, Allah menjelaskaqn bahwa Dia telah menciptakan langit dan bumi, dan Dia menurunkan segala urusan antara langit dan bumi agar hamba_nya tahu, bahwa Dia adalah Dzat Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dengan demikian, ilmu tentang Tuhan Adalah yang paling dituntut dari makhluk_nya. Sebagaimana Kalam Allah:
Artinya: “Maka ketahuilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah.” (Muhammad: 19).
Maka ilmu tentang keesaan Allah dan bahwa tiada tuhan selain Allah adalah suatu yang dituntut karena dzatnya dari setiap manusia, tetapi bukan hanya sekedar diketahui saja, namun harus dibarengi dengan beribadah kepada-Nya, Tuhan yang tiada sekutu bagi-Nya. Pertama, mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifatnya, juga dengan perbuatan-perbuatan dan hukum-hukum-Nya. Kedua beribadah kepada-Nya dengan segala tuntutan dan konsekuensinya.
Bukti-Bukti dan Dalil-dalil (Syawahid) Sifat dari Al-qur'an dan Sunnah
Bukti-bukti dan dalil-dalil sifat adalah sesuatu yang bisa menjadi bukti dan yang menjadi dalil, baik dari Al-Qur'an maupun sunnah, atau bukti-bukti akal dan fitrah serta bukti-bukti dari adanya penciptaan semesta. Maka, tatkala seseorang mampu mengokohkan dirinya dalam tauhid, dia akan mengetahui, bahwa Allah sendirilah yang mengajarkan sifat-sifat-Nya. Dan seorang hamba tidak akan mengenal Allah dengan kemampuan dirinya sendiri, dia tidak akan mampu menegenal-Nya adaikan Allah tidak mengenalkan diri-Nya kepadanya melalui pengetahuan yang Allah tanamkan ke dalam kalbunya dengan bukti-bukti dan dalil-dalil, kemudian beralih dari bukti-bukti dan dalil-dalil tersebut kepada bukti alam yang tampak dengan nyata. Sebab seluruhnya Allah-lah yang membuktikan diri-Nya oleh diri-Nya sendiri. Sebab seluruh bukti-bukti itu sebenarnya berasal dari-Nya. Da telah mempersaksikan diri-Nya dengan apa yang Dia katakan, Dia perbuat dan Dia ciptakan, agar dengan bukti-bukti itu para hamba mengenal-Nya. Dia adalah Tuhan Ynag Maha Awal da Maha Akhir, sedangkan hamba hanyalah objek semata, ia adalah tempat dan ruang beredarnya bukti-bukti, atsar (dampak yang ditimbulkan) dan hukum-hukum-Nya, dia sama sekali tidak memiliki peran apa-apa. Inilah yang disebut dengan “pengiriman” (Irsaal) sifat-sifat pada bukti-bukti tersebut. Dengan demikian, amaka menetapkan hukum itu kepada sifat, bukan kepada bukti-bukti karena bukti-bukti itu adalah sebagai atsar (bekas) dan jejak dari adanya sifat-sifat. Ini menurut satu pandangan.
Dan berdoa dengan Asma-ul Husna itu meliputi doa permintaan, yang memancar dan tajalliya (penampakan) sifat yang tampak pada bukti.
Jika sifat itu dikirimkan pada bukti-bukti, maka saat itu lenyaplah sinar tajalliyat (penampakan) pada sifat-sifat tadi, dan hukum yang ada adalah untuk sifat. Maka pada saat itulah seorang hamba telah mendaki kepada syud Dzat (penyaksian Dzat) dengan pandangan yang ilmiah dan irfaniyah.
Ilmu Tentang Allah, Nama-nama dan Sifat-Nya adalah Ilmu yang Palinh Mulia.
Sesungguhnya mulianya sebuah ilmu itu sangat tergantung kepada kemuliaan yang ingin diketahui dari ilmu tersebut; adanya keyakinan jiwa akan dalil-dalil dan keterangan atas wujud dan besarnya manfaat yang akan diperolehnya. Maka tak dapat diragukan lagi bahwa hal yang paling agung untuk diketahui adalah allah, yang tiada tuhan selain-Nya, Tuhan semesta Alam, Yang Mendirikan langit dan membentangkan bumi, Raja Yang Haq, yang memiliki sifat-sifat yang mulia, yang terhindar dari sifat-sifat tercela. Dia sama sekali tidak serupa dengan apa pun dalam kesempurnaan-Nya.
Dan sekali lagi, ilmu tentang allah, nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya adalah sebaik-baiknya ilmu. Sedangkan posisi ilmu ini jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain adalah bagaikan kedudukan Allah di antara semua makhluk-Nya. Dan ilmu ini paling mulia karena ia merupakan sumber segala ilmu. Sebagaimana segala wujud, dalam wujudnya dan untuk mengeksiskan dirinya sangat tergantung kepada Raja-Diraja Yang Maha Haq. Dengan demikian, pengetahuan tentang Allah adalah asal dari segala ilmu. Sebagaimana allah adalah Tuhan segala sesuatu, Pemikirannya dan Penciptaanya.
Tidak diragukan pula, bahwa kesempurnaan sebuah ilmua dalah karena kesempurnaannya, dan sebagi sebab yang menghajatkan kepada akibat. Sebagimana pengetahuan tentang sebuah alasan yang sempurna, mengahuskan untuk mengetahui objek alasan, Dan semua yang ada selain Allah sangatlah tergantung kepada Allah dalam wujudnya, sebagaimana yang diciptakan membutuhkan pencipta, dan objek membutuhkan subjeknya. Maka ilmu tentang Dzat Allah, sifat dan perbuatan (af'al)-Nya mengharuskan untuk mengetahui yang selain-Nya. Karena Allah dalam Dzat-Nya adalah Tuhan segala sesuatu dan Pemiliknya. Dan ilmu tentang-Nya adalah alasan segala ilmu. Maka barangsiapa yang mengetahui Allah, dia akan mengetahui yang selain Allah. Dan barangsiapa yang tidak mengetahui Tuhannya, maka dia akan lebih tidak mengetahui yang lain-Nya. Kalam Allah:
Artinya: “Dan janganlah kamu sekalian menjadi seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (al-hasyr: 19).
Perhatikan ayat di atas, niscaya akan didapatkan sebuah makna yang mulia dan agung. Yakni barangsiapa yang lupa kepada Tuhannya, maka Allah akan menjadikan dia lupa kepada dirinya sendiri. Maka, dia tidak akan mengetahui apa yang baik bagi dirinya untuk kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat. Dia akan menjadi makhluk yang sia-sia, bagaikan binatang-binatang padahal binatang bisa saja jadi lebih mengetahui apa yang maslahat untuk dirinya bila dibandingkan dengan orang tersebut. Karena binatang tetap teguh dengan karunia yang diberikan oleh-Nya. Adapun orang yang lupa kepada Allah, dia telah keluar dari fitrahnya. Dia lupa kepada Tuhannya, hingga Allah pun menjadikannya lupa kepada dirinya sendiri dan sifat-sifat dirinya, dan dia pun lupa kepada yang memungkinkannya untuk bisa hidup lengkap, mampu membersihkan diri dan bisa meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Jika seseorang hamba tahu, bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Tunggal, tunggal dalam keazalian, kekekalan dan perbuatan-Nya, dan dia pun menyadari akan ketidak mampuan mkhluk untuk mencipta walau hanya setitik atom, atau bahkan lebih kecil daripada itu. Dan dia pun tahu, bahwa dia tidak memiliki dirinya sendiri, dan bahwa wujud dirinya adalah bukan miliknya, bukan olehnya dan bukan pula darinya. Maka pengetahuan tentang Allah akan mantap dalam kalbunya. Dengan demikian, maka akan terhapuslah dalam kalbunya kerinduan kepada selain-Nya. Sebagaimana juga akan lenyap dalam hatinya perasaan merasa kaya, merasa kuasa untuk mengatur, merasa memiliki dan merasa kuasa. Maka jadilah Allah sebagai Dzat yang disembah dan yang selalu diingat. Allah adalah Dzat Yang Maha Pencipta, Maha Diraja. Dialah Dzat yang ada dengan sendiri-Nya sejak awal dan azali. Adapun yang selainnya, wujud dan apa yang terwujud karenanya, dia tidak memiliki peran apa-apa. Jadi, semakin sirna ingatannya karenanya, dia tidak memiliki peran apa-apa. Jadi, semakin sirna ingatannya kepada yang lain, maka akan semakin bersih pula makrifatnya kepada Allah.
Orang yang makrifat kepada Allah akan mengakui, bahwa dirinya tidak akan mampu untuk mencangkup seluruh pujian untuk ia sampaikan kepada-Nya. Dan sesungguhnya Dia jauh di atas segala pujian yang dipanjatkan oleh para pemuji-Nya. Sebagaimana dikatakan dalam sebauh syair:
Tak akan sampai orang yang memuja-Mu
sebab yang ada dalam diri-Mu terlalu agung
Semua puja hanya milik-Mu tak ada awal
tak ada akhir, Allah lebih mengetahui bagaimana caranya memuji-Nya.
Iman dengan Sifat Yang Tinggi Adalah Asas Islam
Pijakan seorang hamba tidak akan kokoh dalam makrifat-bahkan dalam iman sekalipun-hingga dia beriman kepada sifat-sifatnya Allah yang Maha Mulia, dan mengenalnya dengan makrifat yang mengeluarkannya dari kebodohan terhadap Tuhannya. Iman kepada sifat Allah dan mengetahuinya secara benar adalah asas Islam, pondasi iman dan buahnya ihsan. Maka barangsiapa yang mengingkari sifat-sifat Allah berarti dia telah mengahancurkan asas Islam, pondasi iman dan buahnya ihsan. Dan mustahil untuk menjadi seorang ahli irfan (ahli makrifat).
Allah telah menganggap orang yang mengingkari sifat-sifat-Nya sebagai orang yang terburuk sangka kepada-Nya. Dan Allah mengancamnya dengan ancaman yang lenih besar daripada ancaman kepada orang yang musyrik, orang-orang kafir dan orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar. Kalam Allah:
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, pengelihatan dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangsikan terhadap Tuhanmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadikanlah kamu termasuk orang-orang yang merugi. “ (Fushshilat: 22-23).
Allah memberitahukan bahwa keingkaran mereka atas sifat-sifat allah itu berasal dari buruk sangka mereka terhadap Allah. Allah memberitahukan bahwa Dialah yang akan menghancurkan mereka. Allah berfirman tentang orang-orang yang berburuk sangka kepada-Nya sebagi berikut:
Artinya: “Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah sejahat-jahatnya tempat kembali.” (al-Fath: 6).
Ancaman seperti ini tidak pernah Allah lontarkan, kecuali kepada mereka yang buruk sangka kepada Allah dan mengingkari sifat-sifat-Nya. Dan pengingkaran akan hakikat nama-nama-Nya adalah buruk sangka yang paling besar.
Pujian, dalam segala bentuk, adalah hal yang paling disenangi Allah dan memuja dengan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya adalah perkara yang paling dicintai-Nya, maka pengingkaran atas semua itu adalah salah satu bentuk kekufuran yang snagat besar terhadap-Nya dan lebih jahat dari pada syirik. Orang yang menafikan sifat Allah (al-mu'aththil) lebih jahat dari orang musyrik. Sebab, kufur kepada sifat-sifat Sang Raja dan hakikat kerajaan-Nya serta mencela sifat-sifat-Nya adalah tidak sama dengan orang yang menyekutukan-Nya dengan yang lain dalam hal kekuasaan-Nya. Orang-orang yang menafikan sifat Allah adalah musuh para Rasul. Dan ketahuilah, bahwa asal kemusyrikan di dunia ini awalnya bersumber dari tha'thil (penafian sifat Allah).
Sumber:
Judul asli: Asma-ul Husna
Pengarang: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Pentahkik: Yusuf Ali Budaiwi dan Amin Abdul-Rozak Syawwa
Penerbit: Dar Al-Kalim Ath-Thayyib, Beirut, 1998.

Judul Indonesia: Asma ul-Husna Nama-nama Indah Allah
Penerjemah: Samson Rahman
Cetakan: Pertama, september 2000
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Jakarta timur

Jumat, 01 Maret 2013

MAKRIFAT KEPADA ALLAH

MAKRIFAT KEPADA ALLAH
Ilmu Makrifat, yaitu ilmu yang membicarakan cara-cara mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
A. Sifat-sifat Allah
Allah SWT sebagai Maha Pencipta alam semesta ini selain memiliki husna (nama-nama yang baik) juga memiliki sifat-sifat yang luhur yang merupakan kesempurnaan ke-Tuhanan-Nya serta keagungan-Nya.
Sifat-sifat ini hanya dimiliki oleh Allah sendiri tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya. Karena Allah ta'ala itu Mhaha Esa yang pantas disembah satu-satunya tidak ada Tuhan selain Dia. Sifat-sifat Allah, Misalnya:
1. Allah Bersifat Awal dan Akhir
Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Ynag Bathin dan Dia adalah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al Hadid: 3)
2. Allah Kekal Abadi
Artinya: “Semua yang ada di bumi akan binasa dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar Rahmaan: 26-27).
Artinya: “Tiada ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy syura: 11).
Artinya: “Allah tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia Ynag Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tiak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang dilangit dan di bumi. Tiada yang memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin_nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakinya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (Al Baqarah 255-257)
3. Allah Maha Esa
Artinya: “Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup (kekal) yang tidak mati.” (Al Furqon: 58)
Artinya: “Dan tunduklah semua kepada Tuhan yang Hidup lagi senantiasa mengurus makhluk-NYa.” (Thaha: 111).
5. Allah Maha Berfirman
Artinya: “Dan adalah Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (An Nisa': 164)
6. allah Maha Mendengar
Artinya: “Sesungguhnya allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan tentang kepada suaminya dan mengadukan halnya kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Al Mujadilah: 1).
Menurut Ilmu Tauhid, Allah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. wajib
Sifat yang harus ada, harus dimiliki oleh Allah seperti allah bersifat:
1). Wahdaniat artinya Maha Esa
2). Kodrat artinya Maha Kuasa
3). Iradah artinya Berkehendak
4). Kalam artinya Berfirman
5). Mukhalafatu Lilhawaditsi artinya Allah berbeda dengan Makhluk-Nya.
b. Mustahil
Artinya sifat yang harus tidak ada pada Allah. Misalnya:
1). Al Mautu artinya wafat
2). Huduts artinya Baru
3). Fana artinya rusak
4). Mmatsalu lilhawaditsi artinya Allah itu sama dengan barang baru dan lain sebagainya.
c. Sifat Jaiz artinya Boleh
Allah mempunyai sifat jaiz yaitu boleh berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, terserah kehendak allah, tidak ada orang atau makhluk manapun yang memaksa kehendak Allah.
B. Asmaul Husna
Imam Al Ghozali rhimahullah telah menerangkan dalam bukunya “ALMAQSHIDULASNA”. Beliau menguraikan perihal asmaul husna bagi allah. Ta'ala dijelaskan pula disitu apa yang menjadi bagianorang mukmin dari setiap nama itu, misalnya Allah itu ar Rauf: Maha Belas Kasihan. Orang mukmin tentu akan menebarkan sifar belas kasihan kepada makhluk lainnya.
Allah telah memiliki 99 nama-nama yang baik (asmaul husna) oleh sebab itu kita dilarang memanggil allah selain dari nama-nama yang Allah jelaskan dalam asmaul husna tersebut. Kallam Allah dalam Al Qur'an:
Artinya: “Dan bagi Allah itu memiliki nama-nama yang baik (asmaul husna), maka panggilah (Allah) dengan nama-nama itu”. (Al A'raf: 180).
Diantara nama-nama Allah yang bersifat rahmah (kecintaan dan kesayangann) adalah:
1. Ar Rahman (maha pengasih)
2. Ar Rahim (Maha Penyayang)
3. Ar Rauf (Maha Belas Kasih)
4. Ar wadud (Maha Mencintai)
5. Ar 'afuw (Maha Mengampuni)
6. As Syakur (Maha Menerima Terima Kasih)
7. As Salam (Maha Menyelamatkan)
8. Al Mu'min (Maha Memberkati Kesentausaan atau Ketenangann)
9. Ar Rozaq (Maha Memberi Rizqi)
10. Ar Rafi'ud Darajad (Meninggikan Drajat)
11. Al Wahhab (Maha Pemberi Karunia)
12. Al Wasi' (Maha Luas (Anugerahnya)), dsb.
Sifat Asma'ul husna menurut dalil naqli
1. Al Adlu (Adil)
Allah Maha Adil, tidak membeda-bedakan diantara manusia, semua diperintahkan untuk beribadah kepadanya. Barang siapa yang mau beribadah kepada Allah, Allah akan memberi pahala, sedang siapa yang membangkang tidak beribadah akan mendapat siksa/berdosa. Allah menyuruh umatnya untuk berbuat adil, terhadap dirinya, keluarganya, maupun kepada orang lain.
Kallam Allah:
Artinya: “Sesungguhnya menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan (Q.S. An Nahl: 90)
2. Al Ghofar Artinya Maha Pengampun kepada hamban-Nya yang dikehendaki. Karena Allah Pengampun, maka manusia dianjurkan supaya selalu beristigfar mohon ampun kepada-Nya, mohon ampun kepada allah termasuk akhlak yang baik dan diperintahkan oleh agama Islam.
Kalam Allah:
Artinya: “Tuhan langit dan bumi apa yang ada diantara keduanya Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Shad: 66).
3. Al Hakim artinya Bijaksana. Jadi allah Maha Bijaksana, segala ciptaan Allah bila direnungkan dikaji dan difikirkan mengandung hikmah kebijaksanaan Allah.
Perhatikan kalam allah:
Artinya: “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Tiada Tuhan melainkan Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Ali Imran: 6)
4. Al Malik (raja) artinya Allah yang merajai segala apa yang ada di langit dan di bumi. Tuhan yang merajai semua penguasa yang ada di bumi ini, maka semua penguasa di bumi ini tidak boleh sombong, tidak boleh dhalim, nanti akan dimurkai oleh Allah.
Kalam Allah:
Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya, tidak ada Tuhan selain dia. Tuhan yang mempunyai Arsy yamg mulia. (Al Mukminun: 116).
5. Al Hasib (pembuat perhitungan)
Al Hasib adalah sifat allah, pembuat perhitungan terhadap sesuatu yang diciptakan allah, Allah akan memperhitungkan kepada manusia yang berbuat baik dan yang berbuat dosa. Yang berbuat baik akan mendapatkan pahala dan yang berbuat dosa akan mendapatkan siksaan.
Kalam Allah:
Artinya: “Apabila kamu dihormati dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya allah memperhitungkan segala sesuatu. (Q. S. An Nisa': 86)
Juga nama-nama Allah yang memiliki sifat-sifat ilmu atau mengetahui seperti:
a. 'alim (Maha Mengetahui)
b. Hakim (Maha Bijaksana)
c. Sami' (Maha Mendengar)
d. Bashir (Maha Melihat)
e. Syahid (Maha Menyaksikan)
f. Raqib Maha Meneliti/ Mengamati)
g. Bathin (Maha Mengetahui Rahasia)
Ada nama-nama allah yang mengandung keperkasaan, misalnya:
a. Maha Perkasa (al aziz)
b. Maha Adil (al Adlu)
c. Maha Pedih siksaan-Nya (al Adzab)
d. Maha Cepat Perhitungan-Nya (Syari'i Hisab)
ada nama-nama Allah yang mengandung kasih sayang, misalnya: Maha Pengampun, Maha Menutup Kesalahan, Maha Pelebur Dosa dan sebagainya.
C. Fungsi dan Hikmah Iman kepada Allah
Jika seseorang benar-benar telah beriman kepada allah dengan akal dan hati, menjadikan jiwanya kokoh dan kuat serta menumbuhkan hasil yang luhur dan indah.
1. Merdekanya jiwa dari kekuasaan orang lain
Imannya akan menancap dalam menatap dalam mentaati Allah dengan keyakinan semua datang dari allah dan akan kembali kepada Allah lagi.
2. Menimbulkan jiwa yang berani dan terus ingin maju dalam membela kebenaran
3. Menumbuhkan keyakinan bahwa allah yang memberi dan kepada Allah semua bakal kembali
4. Jiwanya tenang, thuma'ninah dan selalu bertawakal pada allah
5. Selalu hati-hati waspada terhadap segala hal yang merusak dan menghancurkan keimanan.
Sumber: Majelis Pendidikan dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah kota surakarta.2006. Al Islam dan Kemuhammadiyahan (aqoid, ibadah, akhlak) semester 1 kelas 1. Surakarta: Majelis Pendidikan dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah kota surakarta.

QONA'AH

QONA'AH
A. Pengertian Qona'ah
Qona'ah Artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta jauh dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebih. Qona'ah tidak berarti hidup bermalas-malasan, tidak berusaha dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang mempunyai sifat qona'ah itu lebih giat bekerja dan berusaha, namun apabila tidak sesuai dengan apa yang diharapkan ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT dan tidak putus asa. Sikap demikian itu yang akan mendatangkan rasa tentram dan tenang dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Dari Abdullah bin Amru berkata, bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya”. (HR. Muslim).
B. Qona'ah Dalam Kehidupan
Setiap muslim seharusnya menpunyai sifat qana'ah, karena sifat tersebut dapat menjadi pengendali agar tidak surut dalam keputusasaan dan tidak terlalu serakah. Qana'ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan stabilisator karena seseorang muslim yang mempunyai sifat qana'ah akan selalu berlapang dada, berhatitentram, nerasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada hakekatnya kekayaan atau kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang dimilikinya. Bila kita perhatikan banyak orang yang lahirnya nampak berkecukupan bahkan hidup mewah, namun hatinya penuh diliputi keserakahan dan kesengsaraan. Tetapi sebaliknya banyak orang yang sepintas lalu seperti kekurangan, namun hidupnya tenang penuh kegembiraan, bahkan masih sanggup mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam suatu haditsnya
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. Bersabda Nabi SAW: “Bukankah kekayaan itu karena faktor banyak harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai sifat Qona'ah hatinya senantiasa merasa kecukupan, terhindar dari sifat loba dan tamak, yang cirinya antara lain suka meminta-minta kepada sesama manusia karena msaih merasa kurang puas dengan yang diberikan Allah kepadanya. Disamping itu Qana'ah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan batin yang selalu mendorong seseorang untukk meraih kemajuan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah.
Nabi Muhammad SAW telah memberikan nasihat kepada Hakim bin Hizam mengenai qana'ah ini sebagaimana terungkap dalam sabdanya:
Artinya: “Dari Hakim bin Hizam r.a. Ia berkata: saya pernah meminta kepada Rasulullah SAW dan beliaupun memberi kepadaku. Lalu saya meminta lagi kepadanya dan beliaupun tetap memberi. Kemudian beliau bersabda: “Hai Hakim! Harta ini memang indah dan manis, maka siapa yang mengambilnya dengan hati yang lapang pasti diberi berkat baginya. Sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan hati yang rakus pasti tidak berkat baginya, bagaikan orang makan yang tak kunjung kenyang. Dan tangan yang diatas lebih baik dari tangan di bawah”. Berkata Hakim: “Ya Rasulullah! Demi Allah yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak menerima apapun sepeninggal engkau sampai saya meninggal dunia”. Kemudian Abu Bakar r.a. (sebagai khalifah) memanggil Hakim untuk memberinya belanja (dari baitul amal) tetapi ia menolaknya dan tidak mau menerima sedikitpun pemberian iti. Kemudian Abu Bakar berkata: “Wahai kaum muslimin! Saya persaksikan kepada kalian tentang Hakim bahwa saya telah memberikan haknya yang diberikan Allah padanya”. (HR. Bukhori dan Muslim).
Orang yang mempunyai sifat qana'ah tidak memerlukan lebih dari apa yang ia terima. Ia tahu bahwa apa yang diterimanya itu merupakan harta yang diberikan Allah atas hasil usahanya. Karena itu ia tetap berusaha yabg diberikan terus dan tidak merasa iri terhadap orang lain. Ia merasa senang dan bahagia dengan apa yang ada.
Orang yang mempunyai sifat qana'ah ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Menerima dengan rela apa yang ada
2. Memohon kepada Allah rizqi yang pantas sambil terus berusaha dan tidak putus asa
3 Menerima dengan sabar dan ikhlas
4. Bertawakal kepada Allah SWT.
5. Tidak tertarik oleh tipu daya syetan dan tidak mudah tergoda oleh cara-cara yang kurang baik dalam mencari rizqi.
Menumbuhkan sifat Qana'ah diperlukan kesabaran dan latihan. Pada awalnya mungkin sesuatu yang memberatkan hati, tetapi jika Qana'ah itu sudah membudaya dalam diri dan telah menjadi bagian dalam hidupnya, maka kebahagiaan di dunia dan akhirat akan tercapai. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Qana'ah itu adalah simpanan yang tak akan pernah lenyap”. (HR. Thabrani).
Atinya: “Qana'ah itu harta yang tak bisa hilang dan simpanan yang tak akan lenyap” .(HR. Thabrani dan Jabir).
Qana'ah itu amat penting sekali apabila dimiliki oleh setiap orang dan ditetapkan dalam kehidupan sehari-hari akan mendorong terwujudnya masyarakat yang penuh ketentraman, tidak cepat putus asa dan bebas dari kesalahan, selalu berfikir positif dan maju.
Qana'ah mengandung unsur pokok yang dapat membangun pribadi muslim yaitu menerima dengan rela apa adanya, memohon tambahan yang pantas kepada Allah disertai usaha dan ikhtiar menerima ketentuan Allah dengan sabar dan tawakal serta terperangkap oleh tipu daya (dunia).

Sumber: Drs. Marsahid. Dkk. 2007. Al Islam dan Kemuhammadiyahan Semester Gasal Kelas XI. Surakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surakarta.

SHAUMUN (PUASA)


SHAUMUN (PUASA)
A. Pengertian Puasa
Meburut bahsa puasa itu berasal dari kata Shoumun yang artinya menahan diri dari sesuatu. Adapun menurut istilah shaumun (puasa) adalah: menahan makan, minum, hubungan seksual dan semua yang membatalkan puasa mulai dari terbinya fajar sampai terbenam matahari dengan niat ikhlas karena Allah semata.
Kalam Allah:
Artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu Fajar.” (Al Baqarah (2): 187).
Hadis Nabi:
Artinya: “Dari Ibnu Umar ia berkata, Saya telah mendengar Nabi SAW bersabda, “Apabila malam datang, siang lenyap dan matahari telah terbenam, maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang puasa. “ (HR Bukhari-Muslim)
1. Macam-macam Puasa
a. Puasa Fardlu (wajib)
Puasa wajib yaitu puasa pada bulan Ramadhan (Surat Al Baqarah (2): 183-185)
b. Puasa Qadla
Puasa Qadla adalah puasa wajib yang dikerjakan disebabkan berbuka di bulan Ramadhan karenna ada udzur seperti sedang berpergian dan sakit.
Kalam Allah:
Artinya: “Barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajib baginya berpuasa) sabanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain”. (Al Baqarah (2): 184).
c.Puasa Nadzar
Puasa Nadzar adalah puasa yang diharuskan bagi seseorang muslim terhadap dirinya sendiri demi bertaqrub kepada Allah sesuai dengan nadzarnya akan puasa. Puasa Nadzar itu wajib hukumnya, karena ada perintah wajib memenuhi nadzar, seperti kalam Allah:
Artinya: “Hendaklah mereka itu mmemenuhi nadzar mereka”. (Al Hajj (22): 29).
d. Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa yang waji8b dilakukan oleh seorang muslim, sebagai denda akibatny pelanggaran yang dilakukannya seperti:
1). Pelanggaran melakukan hubungan seksual di siang hari pada bulan Ramadhan, “dendanya puasa dua bulan berturut-turut” (HR Bukhari dan Muslim).
2). Melanggar sumpah, dendanya berpuasa 3 hari (Al Maidah (5): 89)
3). Pelanggaran membunuh orang dengan tidak sengaja kifarat (dendanya) berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa' (4): 92).
4). Melakukan sumpah zhihar, dendanya puasa dua bulan berturut-turut (Al Mujadilah (58): 3-4).
5). Pelanggaran mengerjakan sebagaian larangan ketika sedang ihram, dendanya puasa 3 hari di tanah Haram dan 7 hari setelah kembali (Al Baqarah (2): 196).
e. Puasa Sunat
Puasa sunat itu seperti puasa pada:
1). Puasa hari Senin dan Kamis.
2). Pada tanggal 10 Muharram yaitu pada Asyura.
3). Setiap tanggal 13, 14, 15 atau tanggal 14, 15, 16 setiap bulan (Qomariyah). Puasa ini disebut puasa Baidl (putih).
4). Hari arofah tanggal 9 Zulhijjah.
5). 6 hari di bulan Syawal.
6). Puasa Daud sehari berpuasa, sehari tidak berpuasa.
f. Selain puasa-puasa tersebut diatas ada puasa yang hukumnya makhruh dan haram.
Yang Makruh:
1). Puasa khusus pada hari jum'at.
2). Puasa khusus pada hari sabtu.
3). Puasa setahun penuh.
Yang Haram:
1). Puasa pada hari Idul Fitri dan Idul Adha.
2). Puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, 13 Zulhijah).
3). Puasa seorang perempuan tanpa mendapat izizn suaminya (puasa sunat).
B. Hukum Puasa Ramadhan
Puasa bulan Ramadhan itu hukumnya wajib ain bagi setiap muslim yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan puasa. Sebagaimana kalam Allah:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (Al Baqarah (2): 183).
Artinya: “Barang siapa di antara kamu hadir (di negri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaknya ia berpuasa pada bulan itu”. (Ql Baqarah (2): 185).
Artinya: “Didrikan Islam Itu di atas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa sesunggunya Muhammada itu utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitullah dan puasa pada bulan Ramadhan”. (HR Bukhari-Muslim).
Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat bulan (Ramadhan) dan berbukalah kamu karena melihat bulan (Syawal)”. (HR Bukhari-Muslim).
C. Syarat dan Rukunn Puasa
1. Syarat puasa Ramadhan
Orang yang melakukan puasa harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Beragama Islam (orang yang tidak Islam sah puasanya)
b. Berakal sehat
c. Baligh (telah dewas)
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Tiga orang terlepas dari hukum, orang yang tidur hingga bangun, orang gila sampai sembuh, dan kanak-kanak sampai ia baligh”. (HR. Abu Dawud dan Nasai).
d. Suci dari haid dan nifas (bagi wanita).
e. Kuat atau mampu berpuasa (orang yang tidak mampu seperti: orang yang sudah tua sekali, sakit tidak wajib puasa).
2. Rukun Puasa
a). Niat pada malamnya, yaitu setiap malam pada bulan Ramadhan; yang paling utama niat puasa itu dilaksanakan menjelang terbinya fajar.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Baramgsiapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit, maka tiada puasa baginya. “ (HR.Ahmad, Abu Daud, an-Nasa-i dan Ibnu Majah) .
b). Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
D. Kafiyah Puasa
Apabila sudah benar-benar yaqin bulan Ramadhan telah tiba dengan melihat bulan, atau persaksian orang yang adil, atau dengan menyempurnakan bulan Sya'ban tiga puluh hari apabila berawan, atau dengan hisab maka hendaklah:
1. Niat Puasa dengan ikhlas karena Allah semata pada malam harinya sebelum terbit fajar.
2. Makanlah sahur dan akhirkan waktunya.
3. Menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan semua yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
4. Segera berbuka puasa setelah datang waktu magrib dengan memakan kurma, bila tidak ada kurma minumlah air. Sesudah berbuka membaca doa:
Artinya: “Semoga haus lenyap urat-urat segar dan tetap berpahala Insya Allah.”
5. Memperbanyak shadaqah dan membaca Al Qur'an.
6. Melaksanakan shalatul lail (tarawih) sebanyak sebelas rakaat dengan didahului shalat khafiatain (dua rakaat tanpa surat).
7. Hendaklah beri'tikaf sepuluh hari pada sepuluh hari akhir bulan Ramadhann.
Rasalullah Saw Bersabda:
Artinya: “Apabila kamu melihat dia (bulan tanggal 1 Ramadhan) maka berpuasalah dan apabila kamu melihat (tanggal 1 Syawal) maka berbukalah, tetapi jika mendung maka kira-kirakanlah.” (Muttafaqun “alahi).
Dalam riwayat Muslim
Artinya: “Jika mendung maka kira-kiranlah, hingga tiga puluh hari”.
Dalam Riwayat Bukhari:
Artinya: “Jika mendung maka sempurnakanlah, hingga tiga puluh hari”.
Artinya: “Senantiasa seseorang akan tetap baik selagi mereka cepat-cepat berbuka.” (Muttafaqun 'alaihi).
Artinya: “Sahurlah kamu, karena sesungguhnya dalam sahur itu ada barokah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya: “Diriwayatkan dari “Aisyah ra, isteri Nabi SAW: Sesungguhnya Nabi SAW sering beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir pada bulan Ramadhan sehingga Allah mencabut nyawanya. Kemudian isteri-isterinya pun beri'tikaf sesudahnya. “ (HR. Bukhari dan Muslim).
E. Hal-hal yang Membatalkan Puasa dan Sanksinya
Puasa seseorang itu dapat batal/atau rusak disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Makan dan minum serta merokok di siang hari bulan Ramadhan.
Orang yang puasa makan dan minum di siang hari batal puasanya dan wajib mengganti puasanya di lain bulan.
Kalam Allah SWT:
Artinya: “Dan makan, minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar”. (Al Baqarah (2):187)
Makan dan minum yang tidak disengaja seperti lupa, tidak membatalkan puasa.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Barangsiapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena sesungguhnya Allahlah yang memberikan makan dan minum”. (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Muntah dengan sengaja
Kalau tidak disengaja tidak membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW telah bersabda, “Barangsiapa terpaksa muntah, tidaklah wajib mengqodho puasanya, dan barang siapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah dia mengqodho puasanya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
3. Bersetubuh
Kalam Allah SWT:
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.” (Al Baqarah (2): 187).
Melakukan hubungan seksual suami isteri di siang hari bulan Ramadhan dalam keadaan berpuasa harus mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan ditambah dengan membayar kifarat sebagai berikut:
a. Memerdekakan seorang budak.
b. Kalau tidak mampu memerdekakan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut.
c. Kalau tidak mampu, harus memberi orang miskin 60 x 1 mud makanan.
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW. Ua berkata, “Celakalah saya ya Rasulullah, 'Nabi SAW berkata, “Apakah yang mencelakakan engkau?”. Jawab laki-laki itu, “Saya telah bersetubuh dengan isteri saya pada siang hari bulan Ramadhan”. Rasulullah SAW berkata, “Sanggupkah kamu memerdekakan budak?”. Jawab laki-laki itu, “tidak”. Rasulullah SAW berkata, “Kuatkah engkau berpuasa 2 bulan berturut-turut?” jawab laki-laki itu, “tidak”. Kata Rasulullah SAW, “Apakah engkau mempunyai makanan guna memberi makan enam puluh orang miskin?” jawab laki-laki itu< tidak”. Kemudian laki-laki itu duduk. Maka diberikan orang kepada Nabi SAW, sebakul besar kurma. Rasulullah SAW bersabda, “Sedekahkanlah kurma itu.” Kata laki-laki itu, “Kepada siapa?” kepada yang lebih miskin dari sya?”. Demi Allah tidak ada penduduk kampung ini yang lebih memerlukan makanan selain dari kami seisi rumah.” Tertawalah Nabi SAW sehingga nampak gigi taringnya dan beliau berkata, “Planglah berikanlah kurma ini kepada keluargamu”. (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Mengeluarkan mani dengan sengaja, baik dengan mencium, menghayal, melihat film dan lainnya, maka ia wajib mengadla puasanya.
E. Yang tidak Diwajibkan Puasa
1. Orang yang boleh menunda puasa diluar bulan Ramadhan sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan karena rukhshah yaitu:
a. Orang yang berpergian (musafir) di bulan Ramadhan.
b. Orang yang sakit di bulan Ramadhan.
Kalam Allah SWT:
Artinya: “Barangsiapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hariyang lain”. (Al Baqarah: 184).
2. Yang tidak boleh berpuasa dan wajib melaksanakan puasanya di luar bulan Ramadhan sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan karena halangan yaitu:
a. Wanita yang haid di bulan Ramadhan
Rasulullah bersabda” Bukanlah wanita itu bila sedang kedatangan haid, tidak shalat dan tidak puasa?:. Jawab mereka “Ya, demikianlah”. (HR. Bukhari).
Aisyah berkata “Pada waktu kami kedatangan haid, kami diperintahkan mengganti puasa (HR. Muslim).
b. Wanita nifas di bulan Ramadhan
3. Yang boleh mengganti puasanya dengan fidyah 1 mud (0,5 kg) makanan lengkap sehari-hari atau lebih untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
a. Orang yang tidak mampu berpuasa, seperti antara lain orang yang sudah sangat tua, pekerja berat, dan orang yang sakit menahun/kronis.
Kalam Allah SWT
Artinya: “Dan wajib bagi orang-orang yang kuat menjalankan (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin” (Al Baqarah (2): 184)
b. Wanita hamil dan yang menyusui.
Menurut hadits Anas bin Malik Ka'bi bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Sungguh Allah Yang Maha Besar dan Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang berpergian, serta membebaskan puasa dari orang yang hamil dan menyusui” (HR. Lima Ahli Hadits).
G. Hikmah Puasa
Puasa Ramadhan akan memiliki hikmah yang besar sekali apabila dalam pelaksanaanya hanya semata-mata mencari keridhoan dari Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan didasari imn dan pengharapan akan ridho Allah maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah dilakukan. “HR. Ahmad dan Ashabussunan).
Hikmah puasa itu diantaranya adalah:
1. Menanamkan perasaan belas kasihan kepada fakir miskin. Karena dengan puasa ini ia akan dapat merasakan penderitaan fakir miskin yang setiap harinya dapat makan atau kelaparan.
2. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Karena dengan berpuasa orang berpuasa akan semakin takut melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh allah dan RasulNya.
3. Menanamkan kedisiplinan.
4. Menanamkan sikap kejujuran.
5. Dapat membentuk akhlakul karimah.
6. Mengendalikan hawa nafsu yang akan menyesatkan.
7. Menambah takarrub kepada Allah Swt.
8. Membentuk kepribadian yang sempurna.
9. Menjaga kesehatan.
Rangkuman
1. Puasa wajib: Puasa di bulan Ramadhan, puasa Qodlo', puasa Nadzhar dan puasa Kifarat.
2. Sarat puasa: Beragama Islam, berakal sehat, baligh, suci dari haid dan nifas, mampu,
3. Rukun puasa: Niat, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa.
4. Yang boleh meninggalkan puasa:
a. Musafir dan orang sakit (mengqodlo')
b. Wanita yang haid dan nifas (Mengqodlo')
c. Wanita hamil dan menyusui serta pekerja berat (Fidyah).

Sumber: Drs. Marsahid. Dkk. 2007. Al Islam dan Kemuhammadiyahan Semester Gasal Kelas XI. Surakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surakarta.