Makrifat
Tentang Asma-ul Husna
Sesungguhnya pengetahuan tentang Allah serta nama-nama dan
sifat-sifat -Nya adalah semulia-mulianya ilmu. Dia adalah ilmu yang
diwajibkan karena dzatnya, dan yang menjadi tujuan karena dzatnya,
kalam allah
Artinya: “Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu
pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui
bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya
Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (Ath-Thalaaq:
12).
Dalam ayat ini, Allah menjelaskaqn bahwa Dia telah menciptakan langit
dan bumi, dan Dia menurunkan segala urusan antara langit dan bumi
agar hamba_nya tahu, bahwa Dia adalah Dzat Yang Maha Mengetahui dan
Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dengan demikian, ilmu tentang Tuhan
Adalah yang paling dituntut dari makhluk_nya. Sebagaimana Kalam
Allah:
Artinya: “Maka ketahuilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah.”
(Muhammad: 19).
Maka ilmu tentang keesaan Allah dan bahwa tiada tuhan selain Allah
adalah suatu yang dituntut karena dzatnya dari setiap manusia, tetapi
bukan hanya sekedar diketahui saja, namun harus dibarengi dengan
beribadah kepada-Nya, Tuhan yang tiada sekutu bagi-Nya. Pertama,
mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifatnya, juga dengan
perbuatan-perbuatan dan hukum-hukum-Nya. Kedua beribadah kepada-Nya
dengan segala tuntutan dan konsekuensinya.
Bukti-Bukti dan Dalil-dalil (Syawahid) Sifat dari Al-qur'an
dan Sunnah
Bukti-bukti dan dalil-dalil sifat adalah sesuatu yang bisa menjadi
bukti dan yang menjadi dalil, baik dari Al-Qur'an maupun sunnah, atau
bukti-bukti akal dan fitrah serta bukti-bukti dari adanya penciptaan
semesta. Maka, tatkala seseorang mampu mengokohkan dirinya dalam
tauhid, dia akan mengetahui, bahwa Allah sendirilah yang mengajarkan
sifat-sifat-Nya. Dan seorang hamba tidak akan mengenal Allah dengan
kemampuan dirinya sendiri, dia tidak akan mampu menegenal-Nya adaikan
Allah tidak mengenalkan diri-Nya kepadanya melalui pengetahuan yang
Allah tanamkan ke dalam kalbunya dengan bukti-bukti dan dalil-dalil,
kemudian beralih dari bukti-bukti dan dalil-dalil tersebut kepada
bukti alam yang tampak dengan nyata. Sebab seluruhnya Allah-lah yang
membuktikan diri-Nya oleh diri-Nya sendiri. Sebab seluruh bukti-bukti
itu sebenarnya berasal dari-Nya. Da telah mempersaksikan diri-Nya
dengan apa yang Dia katakan, Dia perbuat dan Dia ciptakan, agar
dengan bukti-bukti itu para hamba mengenal-Nya. Dia adalah Tuhan Ynag
Maha Awal da Maha Akhir, sedangkan hamba hanyalah objek semata, ia
adalah tempat dan ruang beredarnya bukti-bukti, atsar (dampak
yang ditimbulkan) dan hukum-hukum-Nya, dia sama sekali tidak memiliki
peran apa-apa. Inilah yang disebut dengan “pengiriman” (Irsaal)
sifat-sifat pada bukti-bukti tersebut. Dengan demikian, amaka
menetapkan hukum itu kepada sifat, bukan kepada bukti-bukti karena
bukti-bukti itu adalah sebagai atsar (bekas) dan jejak dari
adanya sifat-sifat. Ini menurut satu pandangan.
Dan berdoa dengan Asma-ul Husna itu meliputi doa permintaan, yang
memancar dan tajalliya (penampakan) sifat yang tampak pada
bukti.
Jika sifat itu dikirimkan pada bukti-bukti, maka saat itu lenyaplah
sinar tajalliyat (penampakan) pada sifat-sifat tadi, dan hukum
yang ada adalah untuk sifat. Maka pada saat itulah seorang hamba
telah mendaki kepada syud Dzat (penyaksian Dzat) dengan
pandangan yang ilmiah dan irfaniyah.
Ilmu Tentang Allah, Nama-nama dan Sifat-Nya adalah Ilmu yang
Palinh Mulia.
Sesungguhnya mulianya sebuah ilmu
itu sangat tergantung kepada kemuliaan yang ingin diketahui dari ilmu
tersebut; adanya keyakinan jiwa akan dalil-dalil dan keterangan atas
wujud dan besarnya manfaat yang akan diperolehnya. Maka tak dapat
diragukan lagi bahwa hal yang paling agung untuk diketahui adalah
allah, yang tiada tuhan selain-Nya, Tuhan semesta Alam, Yang
Mendirikan langit dan membentangkan bumi, Raja Yang Haq, yang
memiliki sifat-sifat yang mulia, yang terhindar dari sifat-sifat
tercela. Dia sama sekali tidak serupa dengan apa pun dalam
kesempurnaan-Nya.
Dan
sekali lagi, ilmu tentang allah, nama-nama, sifat-sifat dan
perbuatan-perbuatan-Nya adalah sebaik-baiknya ilmu. Sedangkan posisi
ilmu ini jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain adalah bagaikan
kedudukan Allah di antara semua makhluk-Nya. Dan ilmu ini paling
mulia karena ia merupakan sumber segala ilmu. Sebagaimana segala
wujud, dalam wujudnya dan untuk mengeksiskan dirinya sangat
tergantung kepada Raja-Diraja Yang Maha Haq. Dengan demikian,
pengetahuan tentang Allah adalah asal dari segala ilmu. Sebagaimana
allah adalah Tuhan segala sesuatu, Pemikirannya dan Penciptaanya.
Tidak diragukan pula, bahwa
kesempurnaan sebuah ilmua dalah karena kesempurnaannya, dan sebagi
sebab yang menghajatkan kepada akibat. Sebagimana pengetahuan tentang
sebuah alasan yang sempurna,
mengahuskan untuk mengetahui objek alasan, Dan semua yang ada selain
Allah sangatlah tergantung kepada Allah dalam wujudnya, sebagaimana
yang diciptakan membutuhkan pencipta, dan objek membutuhkan
subjeknya. Maka ilmu tentang Dzat Allah, sifat dan perbuatan
(af'al)-Nya
mengharuskan untuk mengetahui yang selain-Nya. Karena Allah dalam
Dzat-Nya adalah Tuhan segala sesuatu dan Pemiliknya. Dan ilmu
tentang-Nya adalah alasan segala ilmu. Maka barangsiapa yang
mengetahui Allah, dia akan mengetahui yang selain Allah. Dan
barangsiapa yang tidak mengetahui Tuhannya, maka dia akan lebih tidak
mengetahui yang lain-Nya. Kalam Allah:
Artinya: “Dan
janganlah kamu sekalian menjadi seperti orang-orang yang lupa kepada
Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.
Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (al-hasyr: 19).
Perhatikan
ayat di atas, niscaya akan didapatkan sebuah makna yang mulia dan
agung. Yakni barangsiapa yang lupa kepada Tuhannya, maka Allah akan
menjadikan dia lupa kepada dirinya sendiri. Maka, dia tidak akan
mengetahui apa yang baik bagi dirinya untuk kebahagiaan hidupnya di
dunia dan akhirat. Dia akan menjadi makhluk yang sia-sia, bagaikan
binatang-binatang padahal binatang bisa saja jadi lebih mengetahui
apa yang maslahat untuk dirinya bila dibandingkan dengan orang
tersebut. Karena binatang tetap teguh dengan karunia yang diberikan
oleh-Nya. Adapun orang yang lupa kepada Allah, dia telah keluar dari
fitrahnya. Dia lupa kepada Tuhannya, hingga Allah pun menjadikannya
lupa kepada dirinya sendiri dan sifat-sifat dirinya, dan
dia pun lupa kepada yang memungkinkannya untuk bisa hidup lengkap,
mampu membersihkan diri dan bisa meraih kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Jika seseorang hamba tahu, bahwa
Allah adalah Dzat Yang Maha Tunggal, tunggal dalam keazalian,
kekekalan dan perbuatan-Nya, dan dia pun menyadari akan ketidak
mampuan mkhluk untuk mencipta walau hanya setitik atom, atau bahkan
lebih kecil daripada itu. Dan dia pun tahu, bahwa dia tidak memiliki
dirinya sendiri, dan bahwa wujud dirinya adalah bukan miliknya, bukan
olehnya dan bukan pula darinya. Maka pengetahuan tentang Allah akan
mantap dalam kalbunya. Dengan demikian, maka akan terhapuslah dalam
kalbunya kerinduan kepada selain-Nya. Sebagaimana juga akan lenyap
dalam hatinya perasaan merasa kaya, merasa kuasa untuk mengatur,
merasa memiliki dan merasa kuasa. Maka jadilah Allah sebagai Dzat
yang disembah dan yang selalu diingat. Allah adalah Dzat Yang Maha
Pencipta, Maha Diraja. Dialah Dzat yang ada dengan sendiri-Nya sejak
awal dan azali. Adapun yang selainnya, wujud dan apa yang terwujud
karenanya, dia tidak memiliki peran apa-apa. Jadi, semakin sirna
ingatannya karenanya, dia tidak memiliki peran apa-apa. Jadi, semakin
sirna ingatannya kepada yang
lain, maka akan semakin bersih pula makrifatnya kepada Allah.
Orang yang makrifat kepada Allah
akan mengakui, bahwa dirinya tidak akan mampu untuk mencangkup
seluruh pujian untuk ia sampaikan kepada-Nya. Dan sesungguhnya Dia
jauh di atas segala pujian yang dipanjatkan oleh para pemuji-Nya.
Sebagaimana dikatakan dalam sebauh syair:
Tak
akan sampai orang yang memuja-Mu
sebab
yang ada dalam diri-Mu terlalu agung
Semua
puja hanya milik-Mu tak ada awal
tak
ada akhir, Allah lebih mengetahui bagaimana caranya memuji-Nya.
Iman dengan Sifat Yang Tinggi Adalah Asas Islam
Pijakan seorang hamba tidak
akan kokoh dalam makrifat-bahkan dalam iman sekalipun-hingga dia
beriman kepada sifat-sifatnya Allah yang Maha Mulia, dan mengenalnya
dengan makrifat yang mengeluarkannya dari kebodohan terhadap
Tuhannya. Iman kepada sifat Allah dan mengetahuinya secara benar
adalah asas Islam, pondasi iman dan buahnya ihsan. Maka barangsiapa
yang mengingkari sifat-sifat Allah berarti dia telah mengahancurkan
asas Islam, pondasi iman dan buahnya ihsan. Dan mustahil untuk
menjadi seorang ahli irfan
(ahli makrifat).
Allah
telah menganggap orang yang mengingkari sifat-sifat-Nya sebagai orang
yang terburuk sangka kepada-Nya. Dan Allah mengancamnya dengan
ancaman yang lenih besar daripada ancaman kepada orang yang musyrik,
orang-orang kafir dan orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar.
Kalam Allah:
Artinya:
“Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian
pendengaran, pengelihatan dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira
bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.
Yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangsikan
terhadap Tuhanmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka
jadikanlah kamu termasuk orang-orang yang merugi. “ (Fushshilat:
22-23).
Allah memberitahukan bahwa
keingkaran mereka atas sifat-sifat allah itu berasal dari buruk
sangka mereka terhadap Allah. Allah memberitahukan bahwa Dialah yang
akan menghancurkan mereka. Allah berfirman tentang orang-orang yang
berburuk sangka kepada-Nya sebagi berikut:
Artinya: “Mereka
akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai
dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan
(neraka Jahanam) itulah sejahat-jahatnya tempat kembali.” (al-Fath:
6).
Ancaman seperti ini tidak pernah
Allah lontarkan, kecuali kepada mereka yang buruk sangka kepada Allah
dan mengingkari sifat-sifat-Nya. Dan pengingkaran akan hakikat
nama-nama-Nya adalah buruk sangka yang paling besar.
Pujian, dalam segala bentuk,
adalah hal yang paling disenangi Allah dan memuja dengan nama-nama,
sifat-sifat, dan perbuatan-Nya adalah perkara yang paling
dicintai-Nya, maka pengingkaran atas semua itu adalah salah satu
bentuk kekufuran yang snagat besar terhadap-Nya dan lebih jahat dari
pada syirik. Orang yang menafikan sifat Allah (al-mu'aththil)
lebih jahat dari orang
musyrik. Sebab, kufur kepada sifat-sifat Sang Raja dan hakikat
kerajaan-Nya serta mencela sifat-sifat-Nya adalah tidak sama dengan
orang yang menyekutukan-Nya dengan yang lain dalam hal kekuasaan-Nya.
Orang-orang yang menafikan sifat Allah adalah musuh para Rasul. Dan
ketahuilah, bahwa asal kemusyrikan di dunia ini awalnya bersumber
dari tha'thil (penafian
sifat Allah).
Sumber:
Judul asli: Asma-ul Husna
Pengarang: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Pentahkik: Yusuf Ali Budaiwi dan
Amin Abdul-Rozak Syawwa
Penerbit: Dar Al-Kalim Ath-Thayyib,
Beirut, 1998.
Judul Indonesia: Asma ul-Husna
Nama-nama Indah Allah
Penerjemah: Samson Rahman
Cetakan: Pertama, september 2000
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar