Rabu, 06 Maret 2013

PEDOMAN PUASA


PEDOMAN PUASA

A. TA'RIF SHIYAM
Ash Shiyam= Puasa, pada lughah, ialah: “menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu.”
Kalam Allah SWT:
Artinya: Sesungguhnya aku bernadzar shaum karena Allah.” (Maryam 19: 26)
Yakni: saya bernadzar menahan diri dari berbicara. Hal in yang demikian disyari'atkan dalam agama Bani Israil:
Menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, mulai dari fajar himgga maghrib, karena menghadap akan Allah dan buat menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya, dengan jalan memperhatikan Allah dan mendidik kehendak.”1
Menahan diri dari makan, minum, jima' dan lain-lain yang telah diperintahkan kita menahan diri daripadanya sepanjang hari menurut cara yang disyari'atkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang merangsang, perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan akan waktu yang telah ditentukan.”2
Maka kesimpulannya, puasa itu ialah”mengekang diri dari syahwat dan menceraikannya diri dari segala kebiasaan untuk mengimbangi kekuatan syahwat, supaya bersedialah dia menerima dia buat mencapai kebahagiaan dan kenik'matan agar dapatlah dia menerima segala yang menyuburkan kehidupan yang abadi dan menekan keganasan hawa nafsu, serta membangkitkn kenangan kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang hidup kelaparan dan menahan anggota tubuh agar jangan jatuh ke dalam hukum-hukum tabi'at yang memelaratkan diri di dunia dan akhirat.
B. WAKTU BERPUASA
Diperintahkan berpuasa dalam bulan Ramadlan, adalah sejak dari terbit benang putih (fajar shadiq), hingga terbenam matahari.
Tegasnya, waktu puasa itu, ialah: sejak dari terbit benang putih, hingga terbenam matahari.
Kalam Allah SWT:
Artinya: Dan makan serta minumlah kamu sehingga nyata tampak bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar kemudian sempurnakanlah puasamu hingga malam hari.” (Al Baqarah 2: 184).
Yang dimaksud dengan benang putih, ialah kedua (fajar shadiq).
Penetapan ini- yakni memulai dari terbit fajar shadiq itulah Mahzhab Jumhur Ulama dari Shahabat dan Tabiin, Ulama Empat diriwayatkan dari Ulama dan Ibnu Abbas dan ahli-ahli ilmu yang lain.
Diriwayatkan dari Ali, bahwasanya beliau manakala telah shalat fajar, berkata: “Sekarang kita mulai puasa, diketika telah nyata benang putih dari benang hitam.”
Berkata Ibnu Mundzir:
Di antara ulama ada yang menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan fajar, ialah terbitnya matahari.”3
Kata Masruq: “Para Shahabat tidak memandang fajar, fajarmu in, yang mereka pandang fajar, ialah yang memenuhi rumah-rumah dan jalan-jalan.” Demikian pula pendapat Al 'Amasy.”4
Kata Ibn Abdil Barr: “Benang putih itu ialah Shubuh waktu terbit fajar shadiq.”
Jumhur ulama mengatakan bahwa pendapat Al “Amasy, pendapat yang Syaz (menyalahi pendapat orang ramai).
C. UKURAN PUASA DI KUTUB DAN DI NEGERI YANG PANJANG MALAM, PENDEK SIANG, DAN SEBALIKNYA
Para Fuqaha telah menerangkan tentang ukuran waktu (batas jangka) puasa dan shalat pada negeri-negeri yang pendek siangnya, panjang malamnya. Demikian pula di kutub-kutub yang terus menerus malam sampai setengah tahun. Di kutub Utara mkam, sementara terus menerus siang di Kutub Selatan.
Ada yang mengatakan: “Diukur menurut negeri yang sederhana siangnya dan disana pula turun wahyua, yaitu Makkah dan Madinah.”
Ada yang mengatakan: “Menurut negeri yang sedehana paling dekat kepada mereka.”
Kami berpendapat: Salah satu dari dua pendapat ini boleh diambil mana yang mudah bagi mereka. Kedua-dua pendapat itu hasil ijtihad; sedang taisir (mengambil mana yang lebih mudah) suatu prinsip yang ditetapkan Syara' mengingat kalam Allah SWT:
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran.” (Al Baqarah 2: 185).
D. SYARAT-SYARAT YANG HARUS DIPENUHI UNTUK SAHNYA PUASA
Disyaratkan untuk sahnya puasa Ramadhan, syarat-syarat yang empat ini:
1. Islam sepanjang hari
Apabila seseorang kafir, baik asli atay kafir murtad berniat puasa, tidaklah sah puasanya. Apabila seorang muslim yang sedang berpuasa menjadi murtad karena mencela agamanya Islam atau mengingkari sesuatu hukum Islam yang diijma'i oleh umat dan hukum itu diketahuinya dengan mudah, bahwa hukum itu salah satu dari ketetapan agama, atau dia mengerjakan sesuatu yang merupakan penghinaan bagi Al Qur'an, atau memaki seorang Nabi, niscaya keluarlah ia dari Islam dan batallah puasanya.
Puasa itu suatu ibadah Islamiyah, maka tidak sah dilakukan oleh orang yang bukan Islam.
2. Suci dari Haidl, nifas dan wiladah
Wanita yang sedang berhaidl, sedang bernifas dan sedang bersalin (wiladah), padahal ia sedang puasa, maka batallah puaanya, seketika itu juga, baik darah yang keluar itu banyak, atau sedikit, baik anak lahir itu sempurna, ataupun yang dilahirkan itu segumpal darah atau daging.
3. Tam-yiz
Tam-yiz yaitu dapat membedakan antara yang baik dan yang tidak baik.
Orang gila bila berniat berpuasa, tidaklah sah puasanya; karena puasa itu suatu ibadat. Orang gila dipandang tidak cakap untuk beribadat.
Apabila seseorang yang sedang berpuasa, ditimpa gila di tengah-tengah hari, walupun sebentar, batallah puasanya.
Orang yang pingsan dan orang yang mabuk, batal puasanya jika pingsan atau mabuk itu sepanjang hari. Jika pingsan atau mabuk itu tidak sepanjang hari, maka dipandang sah puasanya.
Dimaksudkan dengan tam-yiz di sini, ialah tamy-yiz dalam pandangan hukum. Karena sah puasa orang tidur sepanjang hari, lantaran mumaiyiz, ia sadar kalu ia bangun.
4. Berpuasa pada waktunya
Yakni berpuasa di waktu yang dapat dipergunakan untuk berpuasa. Karenanya tidak sah puasa jika dikerjakan di waktu-waktu yang tidak dibenarkan berpuasa, seperti hari raya 'idil fitri, 'idil adha dan hari-hari tasyrig.
Sebagaimana syarat-syarat ini disyaratkan untuk sah puasa Ramadlan, disyaratkan pula untuk sah puasa-puasa lain, baik fardlu, maupun puasa qadla, nadzar, ataupun puasa sunnat, seperti puasa “Arafah, 'Asyura dan lain-lain.5
Sumber:
Pedoman puasa
oleh: Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy
Cetakan kesepuluh, Pt bulan bintang, jakarta, 1986

1Tafsir Almanar II: 157
2Sulubussalam II: 206
3Al Manmu' VI: 305
4Tafsir Ibn Jabir
5Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1986, Pedoman Puasa, cetakan kesepuluh, jakarta: PT. Bulan Bintang. Hlm. 90-91.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar